Minggu, 08 Desember 2013

KORUPSI HANYA OLEH YANG TAK BERADAB


Catatan, 6 Desember 2013    

"Haiiiiikkk...Maaf Kekenyangan. Kenalkan nama saya Koruptor"

    Ketika ada pihak yang mengusulkan hukuman mati bagi para koruptor, ketika rakyat sepakat Mahkamah Agung menambah jumlah hukuman bagi terdakwa korupsi, ketika gerakan masyarakat untuk melawan kejahatan korupsi semakin besar, sebenarnya hal itu sebagai pertanda bahwa sebagai mahluk sosial, masyarakat Indonesia terbangunkan nilai kemanusiaannya. Dalam kamus disebutkan bahwa bangsa yang beradab adalah bangsa yang telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. Bangsa yang demikian tentu berisi masyarakat atau manusia-manusia yang beradab pula. Itulah sebenarnya tujuan terciptanya manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sering disebut bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajadnya. Oleh karenanya manusia di bumi ini harus menjadi bagian terpenting dari perkembangan peradaban dunia. Perkembangan peradaban yang berarti perkembangan tingkat perilaku manusia kearah yang lebih baik, lebih bertatakrama, lebih sopan, lebih saling menghargai dan lebih saling bermanfaat diantara sesama.

   Oleh karenanya sekuat apapun niat jahat dan sebesar apapun kejahatan yang terjadi, selalu akan mendapat tantangan dari mayoritas masyarakat didalam sebuah lingkungan, seperti bangsa Indonesia. Karena kejahatan itu adalah sebuah pengkhianatan dan penghambat bagi nilai kemanusiaan yang secara spiritual dan alami akan terus mengembangkan peradabannya. Seperti kejahatan yang sangat disukai untuk diperbincangkan, yaitu korupsi. Arti kata korupsi sangatlah sederhana yaitu, penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Kata yang sederhana artinya, namun perbuatan ini bisa mengakibatkan kerugian begitu dahsyat bagi orang lain bahkan masyarakat sebuah negara. Oleh karenanya semua negara didunia memiliki pranata hukum khusus untuk menyelesaikan masalah korupsi yang termasuk sebagai pelanggaran hukum atau perbuatan kejahatan yang serius.

Indonesia Bukan Negara Korup

   Diantara begitu banyak dinamika pembangunan Indonesia sejak kemerdekaan, sejak pemerintahan demi pemerintahan, selalu saja diwarnai dengan merebaknya kasus korupsi. Kalau yang diselewengkan adalah keuangan negara, maka pasti yang melakukannya adalah pejabat negara. Pejabat negara disini bisa berasal dari Eksekutif, Legeslatif maupun Yudikatif. Pemerintah ke pemerintah yang lain tak pernah lepas dari persoalan korupsi. Banyak yang kesal walau bisa dinalar.
Pejabat negara secara khusus yang memiliki kewenangan atau sering disebut memiliki kekuasaan mengatur keuangan negara, adalah pihak yang paling mungkin melakukan penyelewengan tersebut. Godaan melakukan penyewengan itu sangat didorong oleh kekuasaan yang dimilikinya. Bahkan seorang pejabat bisa berubah menjadi koruptor setelah memiliki kekuasaan, walau sebelumnya adalah seorang pegawai negara yang baik. Dalam kasus yang lain, seorang pejabat bisa terjerumus dalam kasus korupsi karena keteledorannya untuk melakukan pengawasan terhadap bawahan. Hal seperti ini juga sering terjadi. Oleh karenanya, aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengungkap kejahatan korupsi. Sehingga tidak salah menghukum seseorang.
Menegakkan hukum sejatinya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran. Dalam sebuah kasus hukum, kebenaran harus terungkap didalam persidangan di pengadilan. Penegak hukum tidak boleh mencari dan memahami kebenaran tersebut dari luar persidangan, apalagi mencari kebenaran dari isu, opini atau berita di media masa. Disinilah kasus korupsi khususnya, sering berlarut bahkan sering pula bias dari persoalan utamanya. Kebebasan yang dimiliki masyarakat, pengamat, termasuk media masa sering digunakan untuk ikut menjadi hakim dari sebuah kasus hukum korupsi. Karena diberitakan, maka penghakiman diluar persidangan ini berubah cepat menjadi opini yang bisa melahirkan pro dan kontra diarena publik. Bahkan tidak jarang pula opini ini kemudian dibuatkan polling kepada masyarakat luas. Hasil polling tersebut sedikit banyak sering mempengaruhi penegak hukum dalam membuat keputusan sebuah kasus. Kalau hal ini terjadi, maka keadilan yang berdasar kepada kebenaran tadi akan sulit tercapai. 

   Akhir-akhir ini opini juga sering lahir dari liputan media terhadap sebuah persidangan korupsi yang terbuka. Niat lembaga hukum melakukan persidangan terbuka tidak lain untuk menghindari kecurigaan masyarakat terhadap kemungkin rekayasa yang terjadi didalam ruang pengadilan. Namun persidangan yang mungkin sedang mendengarkan keterangan saksi, sudah diliput dan disiarkan oleh media masa. Padahal keterangan saksi itu belum tentu memiliki kebenaran, karena masih dalam proses pemeriksaan. Tidak bisa pula dalam hal ini media masa disalahkan, karena memang yang ditulis, benar-benar seperti apa yang didengarkan didalam sebuah persidangan. Persoalan menjadi lain apabila isi persidangan tersebut digunakan secara sengaja oleh media untuk kepentingan tertentu, misalnya memojokkan seseorang.
Oleh karenanya, saya berpandangan bahwa menegakkan hukum yang berarti menegakkan kebenaran, termasuk memberantas korupsi di Indonesia harus didukung oleh seluruh komponen bangsa dengan keadaban yang tinggi. Karena penjahat pelanggar hukum termasuk koruptor adalah bagian dari manusia yang cacat peradaban atau termasuk orang-orang yang tak beradab.
Selain harus didukung semua komponen bangsa, hukum juga harus berlaku bagi seluruh warga negara tanpa kecuali, tanpa memandang pangkat, status dan jabatan seseorang. Presiden SBY bahkan mengatakan dirinya sebagai Presidenpun bukan warga negara yang kebal hukum. Kenyataan ini seharusnya menjadi kekuatan bagi penegak hukum untuk tidak ragu dan berpanjang waktu untuk menuntaskan sebuah kasus korupsi. Karena berkepanjangannya proses hukum sebuah kasus, melahirkan peluang pengaburan terhadap masalah sebenarnya. Hal yang sangat mungkin terjadi hanya karena pengaruh opini yang berkembang di masyarakat.

   Contoh mudah adalah mencuatnya nama Bunda Putri yang katanya mengerti proses reshuffle kabinet, sebuah hak preogratif Presiden. Apabila pengakuan itu terbukti, maka hal itu merupakan tindakan hukum pencemaran nama baik Presiden yang memiliki hak tersebut. Karena info tersebut terkuak didalam sebuah persidangan terbuka, maka yang terjadi adalah olah opini dimedia dan masyarakat. Menurut saya hal itu tidak perlu terjadi apabila penegak hukum segera meminta keterangan seorang Bunda Putri yang faktanya ada dan diakui oleh terdakwa dalam persidangan. Demikian pula akhir-akhir ini muncul nama Bu Pur yang diberitakan seolah terkait kasus Hambalang. Bukan sosok misterius karena memang jelas keberadaannya. Karena keterangan tidak segera diminta kepada yang bersangkutan, maka opini atau berita media yang beredar, termasuk keterangan saksi yang mungkin didasari oleh berita media pula; mengakibatkan lahirnya kesalahan informasi kepada masyarakat yang bisa mengandung fitnah. Disangka sebagai kepala rumah tangga cikeas, yang faktanya tidak ada, Bu Pur langsung dikaitkan dengan Presiden dan keluarganya. Bahkan ada media televisi yang sangat gegabah dengan menulis judul berita, kurang lebih begini, “Ada Cikeas di kasus Hambalang”. Judul yang berdasar kepada sangkaan yang salah. Memang cikeas disini bisa bersayap artinya, bisa nama kampung, bisa juga lain yang dimaksud. Sebaiknya segera saja Bu Pur diminta keterangannya oleh penegak hukum, kalau ada kecurigaan dan bukti yang cukup. Apabila terjadi pelanggaran, hukum dijalankan, dan kebenaranlah yang dibuktikan. Bu Pur sama dengan siapapun, adalah warganegara yang punya hak hukum, namun juga tidak kebal hukum. Namun menghakimi melalui media tidak boleh dilakukan, apalagi bila tidak mengandung kebenaran. Sekali lagi, semua itu bisa tidak terjadi bila penegak hukum bisa lebih cepat dan bijak dalam menangani sebuah kasus. Bahkan persidangan terbuka yang bermaksud baikpun bisa melahirkan ekses negatif yang mengganggu.  

   Indonesia adalah tanah tumpah darah kita semua. Indonesia adalah rumah bersama kita. Indonesia bukanlah negara korup. Oknum penjahat seperti koruptor yang mengotori negeri ini. Kalau kita masih mencintai Indonesia, sepantasnya kita setapak demi setapak secara bersama mengembangkan bangsa ini ketingkat keadaban yang semakin tinggi. Bukan mengobral kebenaran masing-masing. Bukan menjadikan diri sendiri seolah  yang paling benar, dan selalu menumpahkan kesalahan kepada pihak lain. Perbuatan yang hanya sering dilakukan oleh pihak yang sebenarnya ingin menyembunyikan borok sendiri.

   Mari kita maknai hari anti korupsi sebagai kaca cermin diri kita sendiri. Kalau tidak malu memandang diri sebagai penjahat korupsi, tunggu saatnya nanti, tidur bersama nyamuk dibelakang terali besi. 

Salam
Desember'2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar