Catatan, 24 Oktober 2013
Sejak didengungkan, sosok reformasi sekarang sudah berumur sekitar limabelas tahun. Anak umur limabelas tahun biasanya memang sedang nakal-nakalnya.
Anak-anak seumur ini ditambah kebebasan dan kemajuan teknologi, sering menyulitkan orang tua untuk mengawasinya. Suka kluyuran, bolos sekolah, asyik main game online sampai lupa pulang apalagi belajar, adalah contoh ciri-ciri umum kebanyakan anak seumur itu jaman sekarang. Tentu orang tua lumayan pening dan kesulitan mengawasi bahkan mengendalikannya. Karena pada umur belasan inilah seorang anak berada dalam masa persimpangan, antara masa kanak-kanak dan menjadi dewasa.
Perlu contoh, ketegasan dan disiplin yang kuat dari orang tua untuk bisa mengarahkan anak seumur ini agar masa depannya tidak kelam dan menjadi penerus harapan keluarga.
Sejak didengungkan, sosok reformasi sekarang sudah berumur sekitar limabelas tahun. Anak umur limabelas tahun biasanya memang sedang nakal-nakalnya.
Anak-anak seumur ini ditambah kebebasan dan kemajuan teknologi, sering menyulitkan orang tua untuk mengawasinya. Suka kluyuran, bolos sekolah, asyik main game online sampai lupa pulang apalagi belajar, adalah contoh ciri-ciri umum kebanyakan anak seumur itu jaman sekarang. Tentu orang tua lumayan pening dan kesulitan mengawasi bahkan mengendalikannya. Karena pada umur belasan inilah seorang anak berada dalam masa persimpangan, antara masa kanak-kanak dan menjadi dewasa.
Perlu contoh, ketegasan dan disiplin yang kuat dari orang tua untuk bisa mengarahkan anak seumur ini agar masa depannya tidak kelam dan menjadi penerus harapan keluarga.
Kembali ke reformasi. Apa yang bisa kita teropong dari reformasi yang juga baru berumur belasan tahun ini. Reformasi haruslah berisi perubahan, namun juga keberlanjutan dari apa yang sudah baik sebelumnya. Atau sering kita dengar SBY mengatakan kalimat Continuity and Change sebagai isi dari reformasi. Sesuatu yang sudah ada dan baik, tentu perlu dipertahankan bahkan diusahakan untuk lebih disempurnakan. Sedangkan yang terbukti tidak tepat atau salah, seharusnyalah untuk diubah atau diganti. Intinya sebenarnya sama, yaitu penyempurnaan. Bersamaan dengan itu, karena reformasi adalah symbol dari terlepasnya bangsa ini dari jaman yang sering diistilahkan sebagai era otoritarian, maka kebebasan menjadi sebuah kenikmatan baru tersendiri.
Adonan antara bumbu perubahan, keberlanjutan dan
kebebasan ini ternyata tidak selalu menghasilkan sajian kondisi kehidupan yang
lezat, enak dan nyaman, namun juga seringkali terasa pahit, keras dan membuat
sakit perut. Dengan dalih kebebasan, segala hal seolah harus diubah,
dilumatkan. Dengan dalih kebebasan, semua orang khususnya politisi, merasa
memiliki hak luar biasa untuk berbuat apa saja. Freedom atau kebebasan dalam alam demokrasi yang sebenarnya hanya
memberikan keleluasaan kepada siapa saja untuk berbicara apa saja, dipelintir
menjadi siapa saja boleh melakukan apa saja. Plintirisasi ini sekarang
merajalela kebanyak sendi kehidupan kita sehari-hari.
Akibatnya reformasi si-anak tanggung ini mirip
anak-anak yang sulit dikendalikan orang tuanya. Makna reformasi yang seharusnya, sudah kabur kesana kemari
persis seperti anak kluyuran. Waktu yang seharusnya digunakan untuk menata dan
menyempurnakan sesuatu, ditinggal bolos. Para pemain sibuk main online game
“nafsu politik” masing-masing. Beruntung sampai saat ini mayoritas rakyat awam
masih tekun dengan kesibukannya menjalani hidup mereka masing-masing. Namun
sampai kapan mereka tahan tidak menonton berita pencak silat politik di
berbagai televisi nasional dan media masa? Kalau mereka masih setia nonton
ketoprak, ludruk atau kesenian daerah yang lain, mungkin bangsa ini masih
lumayan tenang. Namun kalau tayangan televisi di tanah air masih dipenuhi
sinetron dan infotainment murahan tak mendidik seperti yang banyak disiarkan
sekarang, rakyat pasti juga akan terpengaruh oleh cekok-an berita politik
apalagi yang tidak obyektif profesional di televisi. Akibatnya saya belum tahu,
namun rasanya akan sangat mengenaskan.
Shadow: The Hidden Power
Saya pernah baca sedikit buku berjudul Meeting The Shadow : The Hidden Power of the
Dark Side of Human Nature, yang diedit oleh Jeremiah Abrams dan Connie
Zweig.
Buku tersebut berisi pemahaman tentang What Is The Shadow, apa itu bayangan, dari
beberapa orang. Ada dari Carl G.Jung, Doris Lessing, Freiderich Nietzsche, juga
William Shakespare.
Intinya mengatakan bahwa didalam diri kita ada
bayangan yang dikatakan sebagai kekuatan tersembunyi. Saya benar-benar sulit
memahami dengan gamblang maksud semua yang dibahas didalam buku tersebut. Kalau
secara sederhana mungkin mudah dicerna. Namun saya tertarik dengan istilah ada
sebuah kekuatan didalam bayangan. Karena saya suka mencari contoh sederhana
untuk sebuah persoalan, bahasa Jawanya suka gothak
gathuk mathuk , maka saya menemukan kemiripan dengan kondisi jaman
reformasi hari ini.
Diera reformasi yang sarat kebebasan ini, dengan
niat menempatkan kembali kedaulatan ditangan rakyat, maka hampir segala
pemilihan pemimpin politik, apakah Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur,
sampai Presiden harus dipilih langsung oleh rakyat. Dari satu sisi tampaknya
niat ini luhur adanya, karena menempatkan kedaulatan penuh ditangan rakyat.
Konsekwensinya, setiap sosok yang ingin maju dalam pemilihan pemimpin politik,
harus memperkenalkan dirinya seluas mungkin. Untuk itu tidak mungkin dirinya
bekerja sendiri. Lahirlah begitu banyak tim sukses ditanah air ini. Tim sukses
calon Lurah sampai Tim sukses calon Presiden. Nah, Tim sukses yang kemudian biasanya disusul juga tim
setelah sukses inilah yang sering menjadi bayangan para pemimpin. Bayangan ini
secara negatif tidak jarang
memiliki power kekuasaan bahkan melebihi sang pemimpin sendiri. Mungkin lebih
tepat kenekadan daripada kekuatan. Bayangan ini tidak perlu membaca sumpah jabatan, karena memang
tidak punya jabatan resmi. Jadi kalau ada masalah, mereka mudah cuci tangan. Bayangan
yang berlagak punya Hidden Power
begini inilah yang sering menjebak pemimpin untuk terjerumus ke penyalahgunaan
wewenang. Dengan catatan pemimpin atau pejabat tersebut baik, jujur dan taat
memegang amanah. Lain lagi kalau pemimpin atau pejabat itu sendiri sebenarnya
yang membangun bayangan seperti ini.
Saya sebenarnya masih sedikit lega, karena Tim Sukses yang baik dan
menjalankan kegiatan sesuai fungsinya juga masih ada. Namun saya dengar tim setelah sukseslah yang lebih banyak
berulah. Apa itu tim setelah sukses, tidak perlu kita bicarakan disini karena
semua juga sudah kenal. Bayangan seperti ini biasanya bermain disekitar masalah
uang melalui proyek untuk menggemukan perut sendiri.
Ada lagi dialam reformasi kita ini hadir bayangan
yang mengaku memiliki power politik. Shadow
yang ini bekerjanya mudah menawarkan
jabatan, perlindungan jabatan atau hal lain yang berkaitan dengan politik
dengan ongkos duit. Seperti yang terkuak akhir-akhir ini. Ada seorang politisi
yang konon kata yang bersangkutan sendiri, sangat percaya kepada bayangan. Saya
memang kurang mudeng, apakah bayangannya yang sangat pinter atau politisinya
yang kehabisan akal. Apa lacur, dunia bayangan seperti ini dipolitik kita sudah
menyaingi dunia klenik. Bedanya kalau klenik harus ada menyan, bunga dan duit.
Kalau dunia bayangan ini cukup duit dan bunganya.
Shadow, the
Hidden Power
ini juga sering dimanfaatkan didunia pemberitaan. Kalau sebuah media sudah
tidak lagi mau menghayati undang-undang atau etikanya sendiri, banyak korban
yang bisa menderita karenanya. Diera sekarang ini bila media ingin memaksakan
nafsu untuk memberitakan sebuah kejadian sesuai keinginannya sendiri, bisa
dengan mudah menggunakan layanan bayangan seperti diatas. Contohnya adalah
dengan menulis sebuah informasi yang berasal dari sumber yang tidak jelas.
Padahal mungkin berita itu sumbernya berasal dari ide penulisnya sendiri. Kalau
ditanya, dengan mudah dijawab, sumbernya tidak bersedia diungkapkan
identitasnya. Kalau begitu info tersebut tidak ada yang bertanggungjawab dong.
Artinya beritanya juga tidak bisa dipertanggungjawabkan kan?. Mungkin analisa
saya salah, namun bisa juga benar. Tergantung kejujuran media masanya. Yang
pasti benar adalah bahwa bayangan bisa juga menjelma sebagai sumber, karena
memiliki kesamaan sifat yaitu memiliki power
atau kekuatan. Karena sumber sebuah berita, kalau benar bisa memperbaiki banyak
hal. Namun kalau sumber sebuah berita tersebut tidak benar dan hanya bayangan,
maka bisa mencederai dan menghancurkan seseorang ataupun banyak hal lain. Media
masa yang benar adalah bagian dari kekuasaan dan power yang ada dinegeri ini.
Oleh karenanya tidak diperlukan lagi bayangan yang malah bisa mengotori
kekuasaan yang sudah dimiliki.
Bayangan memang selalu mengikuti seseorang kemanapun
orang itu pergi. Bayangan dalam pengertian catatan diatas juga biasanya selalu
mengikuti pemegang power, kekuatan atau kekuasaan. Dalam dunia politik kita saat ini, bayangan bisa menjelma
menjadi calo, tim setelah sukses, atau bentuk lain yang mirip. Mereka tidak
memiliki jabatan, namun berusaha meminjam sekaligus menyedot kekuasaan pejabat
yang diikutinya. Apakah bayangan atau staf bayangan yang berbahaya seperti itu
bisa dibasmi? Saya berpikir untuk membasmi bukanlah hal yang mudah. Bukan saja
mungkin tidak ada sangsi hukum yang jelas, namun bayangan seperti itu bisa
mudah hilang seperti kapas tertiup angin. Namun ada hal utama yang bisa
dilakukan, yaitu tidak memberi peluang bayangan jahat itu untuk beraksi. Jalan
satu-satunya adalah para pemimpin atau pejabat yang menjadi madu manis untuk
dikelilingi bayangan seperti itu, memperkuat imannya. Memperkuat sumpah jabatannya. Meningkatkan
ketaatan kepada sumpahnya. Dan semua itu untuk menegakkan tugas dan
tanggungjawabnya dalam menjalankan amanah rakyat.
Karena kalau bayangan atau yang bisa saja menjelma
menjadi staf bayangan yang tidak resmi ini dibiarkan bertingkah, maka staf yang
sebenarnya dan bekerja sesuai tugasnya akan terganggu. Staf bukan saja
terganggu namun bisa pula dicap masyarakat bagian dari bayangan hitam seperti diatas.
Lebih parah lagi negara kita bisa saja menjadi
negara yang dipimpin bayangan. Betapa mengerikan bila bayangan itu dimaknai
secara bebas seperti judul buku yang saya baca, yaitu Hidden Power of the Dark Side of Human. Kekuatan tersembunyi dari
sisi gelap manusia. Saya tertawa membandingkan catatan saya dengan maksud buku
yang saya baca. Bisa saja terasa tidak nyambung. Namun mengapa mirip dengan
penglihatan saya terhadap dunia politik kita dimasa reformasi yang masih sangat
remaja ini. Reformasi ini mungkin memang sedang nakal-nakalnya.
Oleh karenanya
para politisi yang mengaku sebagai orang tua yang melahirkan reformasi, segeralah
sadar. Segeralah memberikan contoh, bertindaklah seperti orangtua yang baik dan
benar. Kalau tidak, anakmu akan jadi anak nakal dan kurangajar. Negerimu akan
selalu onar. Kecuali kalian memang tidak mampu menjadi orang tua yang benar.
Salam
Oktober'2013
Oktober'2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar