Sabtu, 07 Desember 2013

KETAATAN ADALAH TANTANGAN NYATA


Catatan, 21 Juli 2013

Catatan Ramadhan 2013   

   
   Dalam sambutannya saat bersilaturahmi dan berbuka puasa bersama para awak media di istana beberapa waktu yang lalu, Presiden menyampaikan beberapa hal sebagai refleksi reformasi yang telah berjalan sejak 1998 sampai hari ini. Dari sekitar lima hal yang disoroti SBY, saya menilai hal pertama yang harus menjadi perhatian dan catatan besar bagi perjalan reformasi ini, yaitu tentang penegakan hukum. Berbicara tentang penegakan hukum, paling tidak ada empat hal utama yang saling mempengaruhi. Pertama, jenis kejahatan yang bisa terjadi didalam keseharian kehidupan masyarakat. Kedua, isi pasal-pasal hukum itu sendiri. Ketiga, kualitas penegak hukumnya. Keempat, ketaatan kepada hukum yang ada.

    Reformasi yang sudah berjalan sekitar 15 tahun mungkin memang masih terlalu singkat untuk menghasilkan perubahan yang sempurna. Namun sudah sepantasnya semua warga bangsa ini bersedia melakukan refleksi sebagai dasar untuk melakukan introspeksi, yang akhirnya bisa digunakan untuk menyempurnakan dan mempercepat tujuan reformasi itu secara bersama. Tanah air ini adalah milik seluruh warganegara Indonesia, oleh karenanya tidak boleh satupun insan bangsa ini yang merasa tidak memiliki tanggungjawab terhadap masa depan Indonesia. Seperti kalimat SBY, harus ada Responsibility Sharing bagi seluruh komponen bangsa ini. Reformasi tidak bisa sekali jadi, kata beliau. Indonesia adalah bangsa besar. Bukan saja besar budaya dan nilai-nilai luhurnya, namun juga memiliki jumlah penduduk yang besar dengan ragam perbedaan yang banyak pula. Oleh karenanya melakukan penyempurnaan, apalagi berupa perubahan yang cukup mendasar, tidak mungkin bisa dilakukan secara tuntas dalam waktu yang singkat. Apalagi apabila perbedaan tradisi, karakter masyarakat yang memang beragam, kemudian terwarnai oleh berbagai corak pandangan yang berbau politik. Ditambah pula dengan dinamika kehidupan global, yang tidak bisa dihindari pengaruhnya, akibat telah robohnya tembok pembatas informasi dan interaksi antar masyarakat negara-negara didunia. 
   
   Contoh kecil yang sering saya catat ulang, adalah kehidupan politik tanah air diawal reformasi, yaitu hasil dari pesta demokrasi Pemilu tahun 1999. Hasil Pemilu 1999 menempatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai partai yang mendapat suara terbanyak dari rakyat, yaitu 33,74% atau 154 kursi di DPR. Namun PDIP tidak memiliki posisi politik penting apapun dalam terbentuknya pemerintahan dan menentukan garis kehidupan negara saat itu. Ketua MPR diduduki oleh Prof. Amien Rais, yang berasal dari Partai Amanat Nasional yang hanya mendapat suara 7,12% atau 35 kursi DPR. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ditempati Ir. Akbar Tanjung dari Golkar yang mendapat suara 22,44% atau 120 kursi di DPR. Sedangkan sebagai Presiden, duduk H. Abdurahman Wahid, dari PKB yang hanya mendapat suara rakyat 12,61% atau 51 kursi DPR. Saat itu banyak yang memberikan komentar bahwa posisi politik ideal hanya ditempati oleh Golkar. Sebagai pemegang suara terbanyak kedua, tepat bila Golkar memegang kepemimpinan DPR. Apalagi pemilihan Presiden dilakukan oleh hanya 700 anggota MPR yang diisi 500 anggota DPR yang terdiri dari 462 orang wakil Partai Politik dan 38 wakil TNI/Polri. Ditambah 200 orang yang berasal dari 135 utusan daerah dan 65 orang utusan golongan.  

    Kondisi politik seperti ini sungguh jauh dari ideal apalagi sempurna. Bukan saja karena azas suara terbanyak masyarakat tidak terwakili, Presiden juga masih dipilih oleh wakil-wakil yang belum nyata mewakili suara aspirasi rakyat. Akibatnya seperti kita lihat semua, maka sampai Pemilu tahun 2004, terjadi pasang surut yang cukup tajam didalam kehidupan politik tanah air. Perubahan iklim politik yang memang dimungkinkan didalam proses Reformasi, ternyata saat itu melahirkan kebebasan ekstrim, dengan puncak terjadinya penggulingan kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid. Walau hal itu didasari oleh pandangan dari para pengusul impeachment, terjadi karena ketidak tepatan sikap Presiden Abdurahman Wahid sendiri. Dinamika diatas sebenarnya hanya sedikit dari begitu luasnya kehidupan masyarakat Indonesia yang juga harus tersentuh oleh proses reformasi itu sendiri. Maka sekali lagi reformasi perlu waktu. Bahkan mungkin seolah tidak pernah berhenti berproses kearah yang semakin hari semakin sempurna. Tidak mungkin sekali melangkah, dan langsung jadi. Apalagi harus menyentuh secara positif keseluruh lapisan kehidupan masyarakat Indonesia.

Ketaatan Harus Nyata

Bicara tentang ketaatan, tidak terlepas dari masalah etika dan aturan. Pemahaman atas ketaatan sangatlah mendasar dan berdimensi spiritual. Ketaatan adalah suatu sikap yang lahir dari jati diri, dari nurani hati pribadi seseorang. Ketaatan tidak bisa lahir dari paksaan yang datang dari luar. Bahkan ketaatan menjadi mata kuliah utama dari ajaran Agama apapun. Melakukan refleksi reformasi yang sedang berjalan dinegeri ini, saya memiliki catatan panjang tentang ketaatan yang masih menjadi tantangan besar. Padahal ketaatan itu adalah hal dasar bagi tegaknya semua sendi kehidupan masyarakat. Karena berpengaruh kepada semua sendi kehidupan masyarakat, maka ketaatan seharusnya melekat dalam sikap semua warga negara tanpa kecuali. Seperti misalnya tentang harapan akan tegaknya hukum dan lahirnya keadilan. Sekuat apapun pasal-pasal dalam kitab hukum disusun, hal itu bisa tidak menghasilkan tegaknya hukum dan lahirnya keadilan, apabila masyarakat tidak mentaati hukum itu sendiri. Demikian pula apabila para penegak hukum juga tidak bisa mentaati aturan profesi apalagi sumpah jabatan yang telah diucapkannya dibawah kitab Agama. Tidak akan ada ketertiban lalu lintas apabila pengguna jalan tidak mentaati rambu aturan yang ada. Sebaliknya pengguna jalan akan mudah melanggar aturan ketertiban apabila mereka tahu bahwa anggota Polantas yang ada juga tidak mampu mentaati aturan yang telah ditetapkan berkaitan dengan sumpah tugasnya sebagai pengayom masyarakat. Tidak akan terjadi korupsi bila pejabat penanggungjawab keuangannya taat terhadap sumpah jabatan dan tugas yang melekat pada dirinya. 
   
   Taat atau menegakkan ketaatan bagai menyusuri jalur sempit seolah meniti tali kecil kearah sinar kebenaran. Jalur sempit dengan berbagai godaan dan tantangan disekitarnya, sehingga tidak bisa sedikitpun seseorang berpaling. Artinya hanya dengan keteguhan hati, konsistensi tinggi terhadap tujuan, maka seseorang akan mampu selalu menegakkan ketaatan. Sebuah keluargapun tidak akan berhasil dibina dengan baik apabila tidak ada ketaatan diantara anggota keluarga yang ada. Ketaatan haruslah diperjuangkan agar menjadi bagian dari jati diri bangsa ini. 
Taat kepada Penciptapun diajarkan didalam Alquran, seperti tercantum didalam Surat Fatir (Pencipta), ayat 3 : “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta lain selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan yang berhak disembah, selain Dia. Maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?”. Hanya dengan tidak berpaling dari arah yang telah ditetapkan, maka ketaatan akan hadir. Demikian pula dengan bangsa ini. 

    Reformasi masih harus terus kita perjuangkan dan sempurnakan. Tujuan reformasi tidak lain untuk memperbaiki kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Semua itu tidak akan bisa dicapai apabila setiap komponen bangsa ini tidak memiliki sifat taat kepada garis tujuan dan kepentingan bersama yang mendasari gerakan Reformasi itu sendiri. Apabila ada sebagian dari masyarakat ini yang telah berpaling dari ketaatan yang harus dijalankannya, maka suramlah masa depan bangsa ini. Saat ini kita, muslimin dan muslimat mayoritas bangsa ini sedang menjalani puasa di bulan suci Ramadhan. Bulan dimana Allah membuka pintu ampunan kalau umatnya memang memintanya. Ampunan bagi kekhilafan kita yang sering terjadi karena ketidak taat-an manusia dalam menjalankan perintah kebenaran Allah. Ketidak taat-an yang sering lahir karena kepercayaan kepada kebenaran manusia sendiri yang berlebihan. Semoga bangsa ini dipenuhi oleh masyarakat yang taat kepada tujuan bersama, seperti kewajiban kita untuk taat kepada kehendak Sang Pencipta. Hanya dengan begitu Indonesia mampu menjadi negara maju.

Salam
Juli,2013 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar