Catatan, 21 Juli 2013
Catatan Ramadhan 2013
Dalam
sambutannya saat bersilaturahmi dan berbuka puasa bersama para awak media di
istana beberapa waktu yang lalu, Presiden menyampaikan beberapa hal sebagai
refleksi reformasi yang telah berjalan sejak 1998 sampai hari ini. Dari sekitar
lima hal yang disoroti SBY, saya menilai hal pertama yang harus menjadi
perhatian dan catatan besar bagi perjalan reformasi ini, yaitu tentang
penegakan hukum. Berbicara tentang penegakan hukum, paling tidak ada empat hal
utama yang saling mempengaruhi. Pertama, jenis kejahatan yang bisa terjadi
didalam keseharian kehidupan masyarakat. Kedua, isi pasal-pasal hukum itu
sendiri. Ketiga, kualitas penegak hukumnya. Keempat, ketaatan kepada hukum yang
ada.
Reformasi
yang sudah berjalan sekitar 15 tahun mungkin memang masih terlalu singkat untuk
menghasilkan perubahan yang sempurna. Namun sudah sepantasnya semua warga
bangsa ini bersedia melakukan refleksi sebagai dasar untuk melakukan
introspeksi, yang akhirnya bisa digunakan untuk menyempurnakan dan mempercepat
tujuan reformasi itu secara bersama. Tanah air ini adalah milik seluruh
warganegara Indonesia, oleh karenanya tidak boleh satupun insan bangsa ini yang
merasa tidak memiliki tanggungjawab terhadap masa depan Indonesia. Seperti
kalimat SBY, harus ada Responsibility
Sharing bagi seluruh komponen bangsa ini. Reformasi tidak bisa sekali jadi,
kata beliau. Indonesia adalah bangsa besar. Bukan saja besar budaya dan
nilai-nilai luhurnya, namun juga memiliki jumlah penduduk yang besar dengan
ragam perbedaan yang banyak pula. Oleh karenanya melakukan penyempurnaan,
apalagi berupa perubahan yang cukup mendasar, tidak mungkin bisa dilakukan
secara tuntas dalam waktu yang singkat. Apalagi apabila perbedaan tradisi, karakter
masyarakat yang memang beragam, kemudian terwarnai oleh berbagai corak
pandangan yang berbau politik. Ditambah pula dengan dinamika kehidupan global,
yang tidak bisa dihindari pengaruhnya, akibat telah robohnya tembok pembatas
informasi dan interaksi antar masyarakat negara-negara didunia.
Contoh kecil
yang sering saya catat ulang, adalah kehidupan politik tanah air diawal reformasi,
yaitu hasil dari pesta demokrasi Pemilu tahun 1999. Hasil Pemilu 1999
menempatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai partai yang mendapat
suara terbanyak dari rakyat, yaitu 33,74% atau 154 kursi di DPR. Namun PDIP
tidak memiliki posisi politik penting apapun dalam terbentuknya pemerintahan
dan menentukan garis kehidupan negara saat itu. Ketua MPR diduduki oleh Prof.
Amien Rais, yang berasal dari Partai Amanat Nasional yang hanya mendapat suara
7,12% atau 35 kursi DPR. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ditempati Ir. Akbar
Tanjung dari Golkar yang mendapat suara 22,44% atau 120 kursi di DPR. Sedangkan
sebagai Presiden, duduk H. Abdurahman Wahid, dari PKB yang hanya mendapat suara
rakyat 12,61% atau 51 kursi DPR. Saat itu banyak yang memberikan komentar bahwa
posisi politik ideal hanya ditempati oleh Golkar. Sebagai pemegang suara
terbanyak kedua, tepat bila Golkar memegang kepemimpinan DPR. Apalagi pemilihan
Presiden dilakukan oleh hanya 700 anggota MPR yang diisi 500 anggota DPR yang
terdiri dari 462 orang wakil Partai Politik dan 38 wakil TNI/Polri. Ditambah
200 orang yang berasal dari 135 utusan daerah dan 65 orang utusan golongan.
Kondisi
politik seperti ini sungguh jauh dari ideal apalagi sempurna. Bukan saja karena
azas suara terbanyak masyarakat tidak terwakili, Presiden juga masih dipilih
oleh wakil-wakil yang belum nyata mewakili suara aspirasi rakyat. Akibatnya
seperti kita lihat semua, maka sampai Pemilu tahun 2004, terjadi pasang surut
yang cukup tajam didalam kehidupan politik tanah air. Perubahan iklim politik
yang memang dimungkinkan didalam proses Reformasi, ternyata saat itu melahirkan
kebebasan ekstrim, dengan puncak terjadinya penggulingan kepemimpinan Presiden
Abdurahman Wahid. Walau hal itu didasari oleh pandangan dari para pengusul impeachment, terjadi karena ketidak
tepatan sikap Presiden Abdurahman Wahid sendiri. Dinamika diatas sebenarnya
hanya sedikit dari begitu luasnya kehidupan masyarakat Indonesia yang juga
harus tersentuh oleh proses reformasi itu sendiri. Maka sekali lagi reformasi
perlu waktu. Bahkan mungkin seolah tidak pernah berhenti berproses kearah yang
semakin hari semakin sempurna. Tidak mungkin sekali melangkah, dan langsung
jadi. Apalagi harus menyentuh secara positif keseluruh lapisan kehidupan
masyarakat Indonesia.
Ketaatan Harus Nyata
Bicara
tentang ketaatan, tidak terlepas dari masalah etika dan aturan. Pemahaman atas
ketaatan sangatlah mendasar dan berdimensi spiritual. Ketaatan adalah suatu
sikap yang lahir dari jati diri, dari nurani hati pribadi seseorang. Ketaatan
tidak bisa lahir dari paksaan yang datang dari luar. Bahkan ketaatan menjadi
mata kuliah utama dari ajaran Agama apapun. Melakukan refleksi reformasi yang
sedang berjalan dinegeri ini, saya memiliki catatan panjang tentang ketaatan
yang masih menjadi tantangan besar. Padahal ketaatan itu adalah hal dasar bagi
tegaknya semua sendi kehidupan masyarakat. Karena berpengaruh kepada semua
sendi kehidupan masyarakat, maka ketaatan seharusnya melekat dalam sikap semua
warga negara tanpa kecuali. Seperti misalnya tentang harapan akan tegaknya
hukum dan lahirnya keadilan. Sekuat apapun pasal-pasal dalam kitab hukum
disusun, hal itu bisa tidak menghasilkan tegaknya hukum dan lahirnya keadilan,
apabila masyarakat tidak mentaati hukum itu sendiri. Demikian pula apabila para
penegak hukum juga tidak bisa mentaati aturan profesi apalagi sumpah jabatan
yang telah diucapkannya dibawah kitab Agama. Tidak akan ada ketertiban lalu
lintas apabila pengguna jalan tidak mentaati rambu aturan yang ada. Sebaliknya
pengguna jalan akan mudah melanggar aturan ketertiban apabila mereka tahu bahwa
anggota Polantas yang ada juga tidak mampu mentaati aturan yang telah
ditetapkan berkaitan dengan sumpah tugasnya sebagai pengayom masyarakat. Tidak
akan terjadi korupsi bila pejabat penanggungjawab keuangannya taat terhadap
sumpah jabatan dan tugas yang melekat pada dirinya.
Taat atau menegakkan
ketaatan bagai menyusuri jalur sempit seolah meniti tali kecil kearah sinar
kebenaran. Jalur sempit dengan berbagai godaan dan tantangan disekitarnya,
sehingga tidak bisa sedikitpun seseorang berpaling. Artinya hanya dengan
keteguhan hati, konsistensi tinggi terhadap tujuan, maka seseorang akan mampu
selalu menegakkan ketaatan. Sebuah keluargapun tidak akan berhasil dibina
dengan baik apabila tidak ada ketaatan diantara anggota keluarga yang ada.
Ketaatan haruslah diperjuangkan agar menjadi bagian dari jati diri bangsa ini.
Taat
kepada Penciptapun diajarkan didalam Alquran, seperti tercantum didalam Surat
Fatir (Pencipta), ayat 3 : “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu.
Adakah Pencipta lain selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari
langit dan bumi? Tidak ada Tuhan yang berhak disembah, selain Dia. Maka
mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?”. Hanya dengan tidak berpaling
dari arah yang telah ditetapkan, maka ketaatan akan hadir. Demikian pula dengan
bangsa ini.
Reformasi masih harus terus kita perjuangkan dan sempurnakan.
Tujuan reformasi tidak lain untuk memperbaiki kehidupan seluruh masyarakat
Indonesia. Semua itu tidak akan bisa dicapai apabila setiap komponen bangsa ini
tidak memiliki sifat taat kepada garis tujuan dan kepentingan bersama yang
mendasari gerakan Reformasi itu sendiri. Apabila ada sebagian dari masyarakat
ini yang telah berpaling dari ketaatan yang harus dijalankannya, maka suramlah
masa depan bangsa ini. Saat ini kita, muslimin dan muslimat mayoritas bangsa
ini sedang menjalani puasa di bulan suci Ramadhan. Bulan dimana Allah membuka
pintu ampunan kalau umatnya memang memintanya. Ampunan bagi kekhilafan kita
yang sering terjadi karena ketidak taat-an manusia dalam menjalankan perintah
kebenaran Allah. Ketidak taat-an yang sering lahir karena kepercayaan kepada
kebenaran manusia sendiri yang berlebihan. Semoga bangsa ini dipenuhi oleh
masyarakat yang taat kepada tujuan bersama, seperti kewajiban kita untuk taat
kepada kehendak Sang Pencipta. Hanya dengan begitu Indonesia mampu menjadi
negara maju.
Juli,2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar