Jumat, 25 Juli 2014

DALAM POLITIK YANG ABADI HANYA KEPENTINGAN?


Catatan, 14 April 2014


      Pemungutan suara dalam Pemilu Legeslatif tahun 2014 telah berjalan. Secara umum ketertiban dan keamanan nasional sejak masa kampanye sampai pemungutan suara terjaga dengan baik. Apresiasi pantas diberikan kepada pemerintah dengan aparat keamanannya.  Seperti keyakinan kita semua bahwa tidak ada kesempurnaan dalam hidup ini, maka Pemilu Legeslatif inipun juga masih meninggalkan catatan penting yang harus diperbaiki dari waktu kewaktu.

Pertama, adalah masalah administrasi penyelenggara Pemilu sendiri. Dimana masih ditemukan kesalahan lokasi pengiriman berkas kertas suara. Sehingga harus ada penundaan waktu pemungutan suara, padahal tangal 9 April kemarin oleh pemerintah telah diputuskan sebagai hari libur, agar pemilih dapat leluasa menggunakan hal pilihnya. Dengan penundaan karena kesalahan kirim kertas suara tersebut, maka masyarakat harus meluangkan waktu khusus kembali. Hal ini pasti mengurangi jumlah pemilih yang bisa hadir. Diluar catatan tentang administrasi pemilu yang lain, apresiasi harus diberikan kepada KPU yang telah berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin.

Kedua, menurut perkiraan, jumlah masyarakat yang tidak memilih atau biasa disebut Golput, masih cukup besar. Bahkan diperkirakan prosentasenya lebih besar dari parpol yang mendapatkan suara terbanyak. Hal ini sungguh mengurangi nilai demokrasi yang ingin kita bangun. Untuk hal ini, harus dijadikan perhatian dan mawas diri bagi semua parpol yang ada. Semakin rakyat tidak merasa mendapatkan manfaat, dan bila kepercayaannya berkurang terhadap wakil rakyat yang notabene berasal dari parpol, maka keengganan masyarakat untuk ikut memilih wakilnya pasti akan semakin bertambah. Akibatnya makna demokrasi akan semakin berkurang nilainya.

Ketiga, indikasi kecurangan, khususnya politik uang yang dilakukan parpol kepada masyarakat pemilih. Cerita masyarakat yang menerima pembagian uang setelah subuh pada hari pemilihan, masih adanya aparat negara yang terlibat, dan modus lain, sungguh miris didengar. Kalau indikasi itu benar, dan tidak ada sangsi apapun yang mampu menghentikannya, maka masa depan kehidupan politik kita akan benar-benar suram. Pemanfaatan "kelemahan" masyarakat yang mereka anggap kecil, bisa berakibat besar bagi kehidupan demokrasi dan kehidupan bangsa ini. Khilaf masyarakat yang bersedia dibeli suaranya, bukan tidak mungkin membuat pilihan rakyat tidak lagi atas dasar kemampuan, namun hanya kepada siapa yang bisa membayar dengan angka rupiah terbesar. Hal terburuk dari itu adalah, bila ternyata rakyat memilih wakil ataupun pemimpin yang salah. Karena ternyata negara ini dipimpin oleh sosok yang salah, maka kehidupan bangsa dan negara ini pasti akan bermasalah. Bila kondisi terburuk ini sampai terjadi, maka rakyat-lah pihak yang paling mendapatkan kesulitan hidupnya. Sementara politisi dan mungkin pengusaha dibelakangnya, akan jauh lebih mudah mempertahankan kemapanannya.

Walau pasti masih ada hal-hal lain yang perlu diperbaiki, namun minimal tiga catatan diatas harus menjadi perhatian yang penting bagi penyelenggara pemilu, parpol, politisi dan juga masyarakat Indonesia. Militansi terhadap golongan seperti kepada Partai Politik, tidak boleh mengalahkan kecintaan kepada masa depan tanah air, Indonesia.

Hasil Sementara Dan Koalisi

       Sampai hari ini KPU belum mengumumkan keputusan hasil akhir pemungutan suara. Namun dari berbagai hitungan cepat para konsultan politik, sementara didapatkan angka-angka suara yang kemungkinan didapatkan parpol peserta pemilu kali ini. Secara umum hasil Pemilu Legeslatif kali ini berdasar perolehan suara dalam hitungan cepat, tidak ada yang terlalu istimewa. Dibanding sejak Pemilu tahun 2004 kemudian 2009 dan saat ini maka jumlah suara yang didapat partai politik tidak bergerak banyak. Misalnya suara PDIP ditahun 2004 dibanding 2014 mungkin sama saja, setelah Pemilu 2009 turun sekitar 5%. Golkar dari 2004 malah tampaknya turun dibanding saat ini. Partai Demokrat walau suaranya masih lebih tinggi dibanding Pemilu 2004, namun turun dibanding 2009.
Tampaknya Pemilu Legeslatif kali ini bukan tokoh yang mempengaruhi pemilih, namun fenomena pengaruh media masa lebih terasa menonjol. Apalagi hampir semua media masa besar saat ini dimiliki oleh pemain politik pula. Apa akibat dari pengaruh tersebut tentu baru akan terlihat nanti pada kualitas kinerja para wakil rakyat yang terpilih. 
Bersamaan dengan itu semua, saat ini beberapa parpol sudah mulai sibuk melakukan kasak kusuk mencari partner yang sering disebut dengan koalisi. Namun bila diperhatikan dengan cermat, maka kasak kusuk koalisi yang ada sebelum hasil akhir perhitungan suara ini, lebih kepada hitung-hitungan rencana pengajuan Capres dan Wapres. Konsepsi idealisme bersama bagaimana mengelola pembangunan bangsa ini, ataupun garis sikap politik parpol, tampaknya bukan prasyarat utama dalam kasak kusuk koalisi hari ini. Bahkan parpol dan tokohnya yang dulu sangat berseberangan saat gerakan reformasi 1998 terjadi-pun, sekarang ini bisa berangkulan. Maka saya pernah bertanya dihati, apakah sekarang sudah terjadi reformasi jilid selanjutnya. Mungkin benar kata banyak pihak bahwa tidak ada yang abadi didalam politik, kecuali kepentingan. Salah atau benar memang sangat tergantung dari sisi mana kacamata melihatnya.

Kembali kehasil hitungan cepat yang ada sekarang, menurut saya masih sangat terbuka bagi berbagai kelompok parpol untuk mencalonkan capresnya. Bagi rakyat, semakin banyak pilihan, semakin baik. Karena Capres pilihan parpol, belum tentu pilihan rakyat. Kalau dilihat pergerakan parpol saat ini dan karakteristik kerjasama masa lalunya, maka tampaknya ideal apabila ada empat kelompok parpol yang bisa mengajukan Capresnya.  Tentu ini hanya sekedar analisa sempit berdasarkan logika, dengan menilai pergerakan yang terjadi hari-hari ini. Dengan semakin banyak pilihan bagi rakyat, maka nilai daulat rakyat akan semakin tinggi dan akhirnya azas demokrasi semakin terpenuhi. Selain itu kekhawatiran para cerdik pandai yang mengkhawatirkan adanya koalisi gemuk bisa dihindari. Konstitusi yang mengatur hak dan kewenangan DPR dan Pemerintah memang sangat perlu diperbaiki, sehingga parlemen bisa didudukkan kehabitat utamanya, yaitu pengawasan, dan dikurangi sifatnya yang sering ikut melakukan eksekusi kebijakan, domain utamanya eksekutif. Koalisi gemuk salah satu kelemahannya adalah sulit terbangun check and balances.

Semua hal diatas hanyalah sebuah catatan yang bisa tidak berarti apa-apa bagi parpol dan politisnya saat ini. Namun biasanya orang lain lebih cermat menilai diri kita. Saya orang lain yang tidak terlibat di parpol manapun. Walau begitu, saya dan banyak masyarakat diluar parpol yang lain selalu berharap kehidupan bangsa dan negara ini, termasuk kehidupan politiknya berjalan baik, sehingga keseharian masyarakat dalam memperjuangkan hidup keluarganya tidak terpengaruh secara buruk. Harapan yang juga hak rakyat untuk menuntut parpol dan politisinya untuk menggunakan suara dan kepercayaan rakyat dengan benar. Bukan setelah mendapat suara rakyat, mereka hanya berpikir kepentingan sendiri, kepentingan parpol, apalagi kepentingan cukong yang mungkin saja ada dibelakangnya. 

Rakyat Indonesia masih berkesempatan untuk ikut menentukan masa depan negeri ini, dengan memilih Presiden yang benar-benar beriman, mampu, berintegritas, dan lebih cinta tanah airnya dibanding kepentingan asing. Jangan memilih hanya karena calonnya populer, ataupun penilaian yang sifatnya hanya kosmetik, ataupun sekedar media darling. Saya yakin banyak calon pemimpin negeri ini yang berkemampuan. Dan semoga Tuhan melalui suara jujur rakyat Indonesia, menentukan siapapun dia, untuk menjadi pemimpin yang terbaik buat masa depan bangsa ini. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar