Catatan, 11 Maret 2012
Beberapa saat terakhir ini kita sering dihibur oleh sebuah kata menarik yaitu remisi, yang dalam bahasa Inggris ditulis remission. Dalam kamus Inggris–Indonesia kata remission artinya pengampunan atau permaafan. Kalau kalimatnya remission of taxes artinya doleansi pajak, atau mungkin maksudnya pengampunan pajak. Kalau maksud remisi adalah pengampunan atau permaafan, artinya remisi adalah sebuah perbuatan yang ditujukan kepada seseorang yang pernah berbuat salah seberapapun tingkatnya. Saya membayangkan dikehidupan hari ini, dengan berbagai kemajuan teknologi yang sering disertai dengan tantangan memudarnya rasa saling peduli dan semakin menonjolnya egoisme, masih ada pihak yang masih bersedia memberikan maaf ataupun pengampunan. Alangkah indahnya, so sweet kata anak sekarang. Tentu pemberian maaf tersebut harus tepat waktu, tepat persoalan dan yang pasti harus tepat sasaran kepada siapa harus diberikan. Artinya remisi adalah sebuah niat atau perbuatan baik dengan catatan diberikan dalam kondisi dan sasaran seperti diatas. Agaknya tentang kata niat baik ini perlu diperbincangkan sedikit dikehidupan berbangsa kita hari ini, sebelum kita semakin panjang larut dalam remisi.
Beberapa saat terakhir ini kita sering dihibur oleh sebuah kata menarik yaitu remisi, yang dalam bahasa Inggris ditulis remission. Dalam kamus Inggris–Indonesia kata remission artinya pengampunan atau permaafan. Kalau kalimatnya remission of taxes artinya doleansi pajak, atau mungkin maksudnya pengampunan pajak. Kalau maksud remisi adalah pengampunan atau permaafan, artinya remisi adalah sebuah perbuatan yang ditujukan kepada seseorang yang pernah berbuat salah seberapapun tingkatnya. Saya membayangkan dikehidupan hari ini, dengan berbagai kemajuan teknologi yang sering disertai dengan tantangan memudarnya rasa saling peduli dan semakin menonjolnya egoisme, masih ada pihak yang masih bersedia memberikan maaf ataupun pengampunan. Alangkah indahnya, so sweet kata anak sekarang. Tentu pemberian maaf tersebut harus tepat waktu, tepat persoalan dan yang pasti harus tepat sasaran kepada siapa harus diberikan. Artinya remisi adalah sebuah niat atau perbuatan baik dengan catatan diberikan dalam kondisi dan sasaran seperti diatas. Agaknya tentang kata niat baik ini perlu diperbincangkan sedikit dikehidupan berbangsa kita hari ini, sebelum kita semakin panjang larut dalam remisi.
Diskursus BBM
Selain tentang remisi, hari-hari
ini perbincangan juga diisi oleh rencana koreksi rencana penyusunan anggaran
pembangunan, terutama disebabkan oleh berubahnya asumsi akibat kondisi global
yang hampir tidak mungkin dihindari oleh semua Negara, termasuk Indonesia. Dari
beberapa perubahan asumsi, yang
paling banyak menjadi sorotan adalah kemungkinan penyesuaian harga BBM. Dengan
asumsi harga minyak sebelumnya yang USD90/barrel , hampir pasti harus
dikoreksi. Sebab hari-hari ini harga minyak dunia sudah lebih dari USD
110/barrel, dan harga ini masih tidak menentu. Fluktuasi harga ini salah satu
penyebabnya terutama terjadi karena perseteruan politik antara Iran dengan
Amerika dan Eropa, ditambah dengan Israel.
Terasa tidak adil, tapi itulah
konsekuensi kehidupan global yang tidak bisa dihindari oleh Negara manapun saat
ini. Presiden SBY bahkan pernah menyatakan kegelisahan dan protesnya atas ketidak adilan ini kepada Sekjen PBB, terutama
pandangannya bahwa segala persoalan antar Negara seharusnya bisa diselesaikan
dengan dialog yang damai. Tidak dengan kekerasan yang dapat berdampak negatif
terhadap negara-negara lain yang bahkan tidak terlibat didalam persoalan yang
terjadi. Kembali kepada persoalan rencana penyesuaian harga BBM. Kalau
alternatif yang akhirnya diputuskan pemerintah bersama DPR nanti adalah
menaikkan harga Premium menjadi Rp.6000,-, artinya harga itu kembali ke harga
tahun 2008. Karena sampai pada tahun 2008, pemerintah pernah menurunkan harga
BBM beberapa kali. Asumsi akibat berbagai perubahan keadaan haruslah
disesuaikan, karena anggaran pembangunan haruslah dijiwai sebagai sebuah sarana
membangun yang berkelanjutan.
Artinya pemerintah harus menyusun rencana anggaran yang
menjangkau masa depan. Tidak dengan cara menyusun anggaran dan kebijakan yang
hanya bagus saat sebuah rezim pemerintahan berkuasa, namun meninggalkan bom
waktu kesulitan bagi pemerintah-pemerintah selanjutnya.
Masa depan Indonesia
tidak hanya tergantung dari pemerintah pimpinan SBY saja. Dengan keyakinan
bahwa tidak ada pemerintah sebuah negara yang berniat memiskinkan bangsanya,
maka pemerintah apalagi Presidennya pasti akan selalu berikhtiar untuk membangun
kesejahteraan, keadilan dan kebaikan bangsanya, walau sering mendapat tantangan
bahkan cacian dari lawan politiknya. Walaupun hasil niat baik itu mungkin tidak
bisa dinikmatinya sendiri sampai masa jabatannya berakhir. Niat baik memang
sulit dilihat kasat mata manusia, namun Tuhan Maha Mengetahui. Jadi seorang
pengambil keputusan, apabila tetap dalam iman dan menjalankan amanah rakyat
dengan jujur, tidak perlu ragu sedikitpun untuk menentukan kebijakan. Itu pula
yang saat ini harus ditunjukkan oleh pemerintah.
Sekitar bulan Oktober tahun
2005 saat pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM, Presiden SBY sebelum
menandatangani keputusan itu menceritakan kegundahannya, karena belum
mendapatkan penjelasan yang utuh dari para pembantunya tentang konsepsi kompensasi
yang harus diberikan kepada masyarakat berekonomi rendah yang hampir pasti
paling terdampak.
SBY mengatakan kepada saya “Kompensasi itu harus diberikan, karena masa muda saya pernah merasakan
hidup dengan kesulitan ekonomi di Pacitan. Saya gundah karena mungkin ada orang
lain yang tidak pernah merasakan”.
Seperti kata SBY sendiri bahwa dirinya
selain memiliki perasaan, tetapi juga punya logika. Kalau seseorang hanya
mengandalkan perasaan atau emosinya
saja, maka sering sikapnya menjauh dari logika umum. Itulah yang terjadi
saat itu. Sebagai manusia biasa, SBY harus mengelola perasaannya untuk tidak
mengalahkan logikanya. Memutuskan anggaran untuk memberikan kompensasi bagi
masyarakat yang paling membutuhkan, adalah realisasi dari pengelolaan perasaan
sebagai manusia biasa dan logika sebagai pemimpin Negara. Pengelolaan perasaan
dan logika itu pula yang mewarnai keputusan Pemerintah untuk menurunkan
beberapa kali harga BBM ditahun 2008.
Hal itu kita juga lihat hari ini. Dengan
berbagai kondisi yang ada, maka logika mengatakan harus ada perubahan, dan
salah satunya dimungkinkan terjadinya penyesuaian harga BBM. Sekali lagi logika
tadi tentu dilandasi oleh pemahaman bahwa apa yang diputuskan hari ini, akan
sangat mempengaruhi perjalan pembangunan dimasa depan. Karena masih ada
perasaan diluar logika tadi, maka Presiden memutuskan untuk tetap memberikan
perhatian khusus kepada masyarakat yang paling merasakan, dengan menambah anggaran
bantuan dan memperluas cakupannya. Walau apabila dicermati dengan hati terbuka,
dampak penyesuaian kali ini tampaknya tidak akan seberat yang dirasakan saat
penyesuaian harga BBM pada akhir 2005. Mengapa? Bukan hanya karena apabila
benar harga BBM Premium disesuaikan kembali Rp.6000,- seperti harga pada tahun
2008. Namun bukankah hari ini kondisi ekonomi kita semakin baik, termasuk
tingkat daya beli masyarakat. Kita memang harus sadar bahwa selama ini
masyarakat sudah terbiasa dengan
membeli BBM dengan harga Rp.4500,-.
Memang harus ada perencanaan pengeluaran
yang baru apabila ada perubahan harga. Membiasakan diri atau menyesuaikan
dengan keadaan memang akan selalu terjadi, namun bila keputusan itu untuk
kepentingan masa depan ekonomi yang lebih baik, maka insyaAllah transisi
membiasakan diri itu tidak berlangsung panjang. Sekali lagi, niat baik memang
bukan hal yang mudah. Walau tidak lagi bisa jadi Capres RI 2014, logikanya
kalau dituduh mencari citra, SBY bisa saja tidak harus repot menyiapkan koreksi
anggaran, menyiapkan anggaran untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, namun
cukup diam, walau akan melahirkan kesulitan bagi pemerintah dan Presiden
penggantinya nanti.
Moral Remisi
Salah satu persoalan adalah
apabila anggaran subsidi terlalu berlebihan nilainya, yang akan berakibat pada
semakin sedikitnya anggaran untuk pembangunan. Keputusan pemerintah dengan
masih memberikan subsidi, karena pemahaman adanya kelompok masyarakat yang masih
harus dibantu kehidupannya. Apalagi dari APBN saat ini, pemerintah pusat tidak
memiliki ruang yang cukup leluasa untuk menggunakannya.
Atas keputusan politik,
20% dari APBN harus disisihkan untuk Kementerian Pendidikan, lebih dari 30%
harus dibagikan ke daerah. Maka dengan terbatasnya bagian yang bisa dikelola,
pemerintah pusat berusaha keras untuk meningkatkan besaran APBN. Salah satu
sumber penting dari anggaran Negara adalah dari pajak masyarakat, apakah
perorangan terlebih lagi dari perusahaan.
Ekonomi Indonesia saat ini baik,
kalau tidak dikatakan sangat baik dibanding dengan Negara-negara lain. Tumbuhnya
ekonomi ini pasti juga membawa berkah tambahnya keuntungan perusahaan-perusahan
di Indonesia khususnya perusahaan besar. Perusahaan bermodal lebih besar pasti merasakan
keuntungan lebih besar pula. Kalau negara kemudian tidak mendapatkan tambahan
sumber anggaran untuk membangun kesejahteraan rakyat dari sisi pajak
perusahaan, pasti hak rakyat tadi lari keoknum petugas pajak yang dipenjara dan
yang saat ini sedang diperiksa penegak hukum.
Dengan memohon maaf, saya ingin
menyebut nama Sdr. Gayus. Kalau Gayus telah menerima vonis pengadilan, artinya
kesalahannya terbukti, yaitu membantu pengusaha untuk mengurangi kewajiban pajaknya
yang sebenarnya menjadi hak Negara untuk mensejahterakan rakyat. Pertanyaannya,
kalau kesalahan Gayus terbukti, apakah bukan berarti kejahatan pengusahanya
juga terbukti? Tapi mana mereka? Mari kita tunggu. Vonis Gayus baru turun,
teman seprofesinya ditangkap, terus ada satu lagi. Kalau terbukti, berarti
pengusahanya banyak juga yang ngemplang
pajak.
Inilah contoh kejahatan koruptor. Mereka pengkhianat bangsa. Anggaran hak
rakyat untuk meningkatkan kesejahteraannya, dicolong demi menggendutkan perutnya
sendiri. Mereka pelanggar berat hak azasi manusia. Mereka harus dihukum berat.
Nah, ini dia.
Kembali kekawan saya yang bernama remisi. Kalau remisi perlu
diberikan kepada koruptor pelanggar hak azasi manusia dengan alasan menghormati
hak azasi koruptor, apakah karena koruptor bukan manusia? Setankah mereka?. Para
ahli hukum sebaiknya berbicara banyak saat sebuah kasus korupsi sedang
disidangkan saja. Namun kalau sudah ada vonis, dan ingin menghormati hukum,
seorang terhukum koruptor, tetap saja dia pelanggar hak azasi manusia. Saya
memberikan apresiasi tinggi kepada Gubernur DKI yang menunda pajak bagi warteg
dan sejenisnya. Ditunda saja sampai para pengusaha kakap pengemplang pajak
ditangkap dan melunasi pajaknya.
Mari kita berlomba berbuat baik, dimulai
dengan berniat baik. Kalau pemerintah merencanakan memperbaiki anggaran negara,
semata karena ingin pembangunan ini berkelanjutan. Kalau pemerintah memberikan
bantuan langsung kepada masyarakat, semata karena mereka memang membutuhkan.
Kalau pemahaman pemerintah terhadap keadaan masyarakat yang terbatas ekonominya
itu dinilai sama dengan tidak mau memahami keinginan politisi yang mementingkan
dirinya sendiri, sebaiknya pemerintah terus melangkah dengan teguh dan tetap
jujur dalam menentukan kebijakan. Disanalah tampak, mana moral sejati dan mana
moral remisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar