Catatan, 14 April 2014
Pemungutan suara dalam
Pemilu Legeslatif tahun 2014 telah berjalan. Secara umum ketertiban dan
keamanan nasional sejak masa kampanye sampai pemungutan suara terjaga dengan
baik. Apresiasi pantas diberikan kepada pemerintah dengan aparat
keamanannya. Seperti keyakinan
kita semua bahwa tidak ada kesempurnaan dalam hidup ini, maka Pemilu Legeslatif
inipun juga masih meninggalkan catatan penting yang harus diperbaiki dari waktu
kewaktu.
Pertama, adalah masalah administrasi penyelenggara Pemilu sendiri. Dimana
masih ditemukan kesalahan lokasi pengiriman berkas kertas suara. Sehingga harus
ada penundaan waktu pemungutan suara, padahal tangal 9 April kemarin oleh
pemerintah telah diputuskan sebagai hari libur, agar pemilih dapat leluasa
menggunakan hal pilihnya. Dengan penundaan karena kesalahan kirim kertas suara
tersebut, maka masyarakat harus meluangkan waktu khusus kembali. Hal ini pasti
mengurangi jumlah pemilih yang bisa hadir. Diluar catatan tentang administrasi
pemilu yang lain, apresiasi harus diberikan kepada KPU yang telah berusaha
menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin.
Kedua,
menurut perkiraan, jumlah masyarakat yang tidak memilih atau biasa disebut
Golput, masih cukup besar. Bahkan diperkirakan prosentasenya lebih besar dari
parpol yang mendapatkan suara terbanyak. Hal ini sungguh mengurangi nilai demokrasi
yang ingin kita bangun. Untuk hal ini, harus dijadikan perhatian dan mawas diri
bagi semua parpol yang ada. Semakin rakyat tidak merasa mendapatkan manfaat,
dan bila kepercayaannya berkurang terhadap wakil rakyat yang notabene berasal
dari parpol, maka keengganan masyarakat untuk ikut memilih wakilnya pasti akan
semakin bertambah. Akibatnya makna demokrasi akan semakin berkurang nilainya.
Ketiga,
indikasi kecurangan, khususnya politik uang yang dilakukan parpol kepada
masyarakat pemilih. Cerita masyarakat yang menerima pembagian uang setelah
subuh pada hari pemilihan, masih adanya aparat negara yang terlibat, dan modus
lain, sungguh miris didengar. Kalau indikasi itu benar, dan tidak ada sangsi
apapun yang mampu menghentikannya, maka masa depan kehidupan politik kita akan
benar-benar suram. Pemanfaatan "kelemahan" masyarakat yang mereka
anggap kecil, bisa berakibat besar bagi kehidupan demokrasi dan kehidupan
bangsa ini. Khilaf masyarakat yang bersedia dibeli suaranya, bukan tidak
mungkin membuat pilihan rakyat tidak lagi atas dasar kemampuan, namun hanya
kepada siapa yang bisa membayar dengan angka rupiah terbesar. Hal terburuk dari
itu adalah, bila ternyata rakyat memilih wakil ataupun pemimpin yang salah.
Karena ternyata negara ini dipimpin oleh sosok yang salah, maka kehidupan
bangsa dan negara ini pasti akan bermasalah. Bila kondisi terburuk ini sampai
terjadi, maka rakyat-lah pihak yang paling mendapatkan kesulitan hidupnya.
Sementara politisi dan mungkin pengusaha dibelakangnya, akan jauh lebih mudah
mempertahankan kemapanannya.
Walau pasti masih ada
hal-hal lain yang perlu diperbaiki, namun minimal tiga catatan diatas harus
menjadi perhatian yang penting bagi penyelenggara pemilu, parpol, politisi dan
juga masyarakat Indonesia. Militansi terhadap golongan
seperti kepada Partai Politik, tidak boleh mengalahkan kecintaan kepada masa
depan tanah air, Indonesia.
Hasil Sementara Dan Koalisi
Sampai hari ini KPU belum
mengumumkan keputusan hasil akhir pemungutan suara. Namun dari berbagai
hitungan cepat para konsultan politik, sementara didapatkan angka-angka suara
yang kemungkinan didapatkan parpol peserta pemilu kali ini. Secara umum hasil
Pemilu Legeslatif kali ini berdasar perolehan suara dalam hitungan cepat, tidak
ada yang terlalu istimewa. Dibanding sejak Pemilu tahun 2004 kemudian 2009 dan
saat ini maka jumlah suara yang didapat partai politik tidak bergerak banyak.
Misalnya suara PDIP ditahun 2004 dibanding 2014 mungkin sama saja, setelah
Pemilu 2009 turun sekitar 5%. Golkar dari 2004 malah tampaknya turun dibanding saat
ini. Partai Demokrat walau suaranya masih lebih tinggi dibanding Pemilu 2004,
namun turun dibanding 2009.
Tampaknya Pemilu Legeslatif kali
ini bukan tokoh yang mempengaruhi pemilih, namun fenomena pengaruh media masa
lebih terasa menonjol. Apalagi hampir semua media masa besar saat ini dimiliki
oleh pemain politik pula. Apa akibat dari pengaruh tersebut tentu baru akan
terlihat nanti pada kualitas kinerja para wakil rakyat yang terpilih.
Bersamaan dengan itu semua,
saat ini beberapa parpol sudah mulai sibuk melakukan kasak kusuk mencari
partner yang sering disebut dengan koalisi. Namun bila diperhatikan dengan
cermat, maka kasak kusuk koalisi yang ada sebelum hasil akhir perhitungan suara
ini, lebih kepada hitung-hitungan rencana pengajuan Capres dan Wapres. Konsepsi
idealisme bersama bagaimana mengelola pembangunan bangsa ini, ataupun garis
sikap politik parpol, tampaknya bukan prasyarat utama dalam kasak kusuk koalisi
hari ini. Bahkan parpol dan tokohnya yang dulu sangat berseberangan saat
gerakan reformasi 1998 terjadi-pun, sekarang ini bisa berangkulan. Maka saya
pernah bertanya dihati, apakah sekarang sudah terjadi reformasi jilid
selanjutnya. Mungkin benar kata banyak pihak bahwa tidak ada yang abadi didalam
politik, kecuali kepentingan. Salah atau benar memang sangat tergantung dari
sisi mana kacamata melihatnya.
Kembali kehasil hitungan
cepat yang ada sekarang, menurut saya masih sangat terbuka bagi berbagai
kelompok parpol untuk mencalonkan capresnya. Bagi rakyat, semakin banyak
pilihan, semakin baik. Karena Capres pilihan parpol, belum tentu pilihan
rakyat. Kalau dilihat pergerakan parpol saat ini dan karakteristik kerjasama
masa lalunya, maka tampaknya ideal apabila ada empat kelompok parpol yang bisa
mengajukan Capresnya. Tentu ini
hanya sekedar analisa sempit berdasarkan logika, dengan menilai pergerakan yang
terjadi hari-hari ini. Dengan semakin banyak pilihan bagi rakyat, maka nilai
daulat rakyat akan semakin tinggi dan akhirnya azas demokrasi semakin
terpenuhi. Selain itu kekhawatiran para cerdik pandai yang mengkhawatirkan
adanya koalisi gemuk bisa dihindari. Konstitusi yang mengatur hak dan kewenangan
DPR dan Pemerintah memang sangat perlu diperbaiki, sehingga parlemen bisa
didudukkan kehabitat utamanya, yaitu pengawasan, dan dikurangi sifatnya yang
sering ikut melakukan eksekusi kebijakan, domain utamanya eksekutif. Koalisi
gemuk salah satu kelemahannya adalah sulit terbangun check and balances.
Semua hal diatas hanyalah
sebuah catatan yang bisa tidak berarti apa-apa bagi parpol dan politisnya saat
ini. Namun biasanya orang lain lebih cermat menilai diri kita. Saya orang lain
yang tidak terlibat di parpol manapun. Walau begitu, saya dan banyak masyarakat
diluar parpol yang lain selalu berharap kehidupan bangsa dan negara ini,
termasuk kehidupan politiknya berjalan baik, sehingga keseharian masyarakat
dalam memperjuangkan hidup keluarganya tidak terpengaruh secara buruk. Harapan
yang juga hak rakyat untuk menuntut parpol dan politisinya untuk menggunakan
suara dan kepercayaan rakyat dengan benar. Bukan setelah mendapat suara rakyat,
mereka hanya berpikir kepentingan sendiri, kepentingan parpol, apalagi
kepentingan cukong yang mungkin saja ada dibelakangnya.
Rakyat Indonesia masih
berkesempatan untuk ikut menentukan masa depan negeri ini, dengan memilih
Presiden yang benar-benar beriman, mampu, berintegritas, dan lebih cinta tanah
airnya dibanding kepentingan asing. Jangan memilih hanya karena calonnya
populer, ataupun penilaian yang sifatnya hanya kosmetik, ataupun sekedar media darling. Saya yakin banyak calon
pemimpin negeri ini yang berkemampuan. Dan semoga Tuhan melalui suara jujur
rakyat Indonesia, menentukan siapapun dia, untuk menjadi pemimpin yang terbaik
buat masa depan bangsa ini. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar