Catatan, 19 Januari 2014
INDONESIA PUSAKA
Di sana tempat lahir beta
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata
Ismail Marzuki menggugah hati.
Lirik lagu yang disusun dari lubuk hatinya yang paling dalam, lubuk hati
seorang warga negara yang sangat mencintai tanah airnya. Lirik lagu cinta terhadap
tanah air yang telah memberinya kesempatan untuk hidup bersama keluarga dan
sesama warga bangsa.
Dari perasaan dan tangan seorang
budayawan, penyair ataupun penggugah lirik lagu, sering lahir ungkapan kalbu
atas segala sesuatu. Ungkapan hati yang murni tanpa terbelenggu oleh nafsu dan
kepentingan semu.
Indonesia adalah tempat kita
dilahirkan, tempat kita didewasakan, tempat kita berjuang agar tanggungjawab
hidup tertunaikan, dan tempat dimana kita semua ingin terdiam saat dipanggil
Tuhan. Indonesia adalah pusaka, pelindung hidup seluruh warga bangsa. Duka dan
bahagia adalah dinamika yang rasanya tak akan meruntuhkan semangat jiwa, bila
dilalui dirumah bersama, Indonesia. Bukanlah sesuatu yang berlebihan apabila kita
harus membalas semua yang diberikan tanah air Indonesia, dengan persatuan,
persaudaraan dan rasa cinta sesama anak bangsa. Hanya dengan persatuan dan
cinta itulah bangsa ini mampu menjaga dan memelihara tanah air, agar tetap
lestari bagi anak cucu dan seluruh penerus nanti. Indonesia akan terus ada,
terus hidup dan lestari; dan hanya akan hancur, mati dan tak berarti lagi, bila
masyarakat bangsa ini sendiri tak mampu menjaga dan mencintai, atau kuasa Tuhan
yang mengakhiri seluruh kehidupan di bumi.
Selama Indonesia belum mati,
maka dinamika kehidupan akan terus silih berganti. Disetiap kemajuan peradaban
kehidupan, selalu diikuti oleh tantangan. Karena tantangan itulah yang memacu
bangsa untuk selalu bekerja, menyisingkan seluruh daya untuk menjaga masa depan
kehidupan. Tak ada ruang untuk kalah, bila bangsa ini bersatu, bertekad bulat
melakukan hal yang saling membawa manfaat serta tabu untuk melakukan sesuatu
yang tidak perlu.
Tantangan kehidupan sebuah
bangsa bisa datang dari berbagai faktor. Apakah proses rutin sebagai kewajaran
dari sebuah perjalanan pembangunan bangsa, seperti tantangan pada kondisi
ekonomi, sosial ataupun politik didalam negeri. Tantangan diatas bisa pula
datang dari kondisi di luar negeri. Bisa pula tantangan datang dari sesuatu
yang diluar kuasa manusia, seperti bencana alam, perubahan iklim ekstrim dan
sejenisnya.
Semua tantangan itu tidak
mungkin dihindari, selain harus dihadapi. Kemampuan untuk menghadapi tantangan
inilah yang sangat bergantung kepada kekuatan ikatan keluarga besar bangsa
Indonesia. Sekecil apapun faktor yang menyebabkan melemahnya ikatan persatuan
itu, akan sangat berpengaruh kepada kemampuan menghadapai berbagai tantangan
yang datang. Kata-kata bijak mengatakan, sebuah bangsa tidak akan berubah,
selain bangsa itu sendiri yang berkehendak merubahnya. Tentu maksud kata bijak
diatas sebuah bangsa bukanlah satu dua atau segelintir anak bangsa saja, namun
bangsa sebagai sebuah keluarga besar.
Pelajaran Dari Proses Politik
Sesaat sebelum Komisi Pemilihan
Umum memberikan keputusan-pun atas jadwal agenda proses Pemilihan Umum 2014,
seluruh politisi dan Partai Politiknya telah melakukan berbagai kegiatan dengan
cara, strategi dan gayanya masing-masing. Walau dengan gaya yang berbeda,
sebenarnya tujuan mereka sama, yaitu mendapat perhatian dari rakyat. Walau mereka
harus sadar bahwa mendapatkan perhatian, belum tentu mendapat suara dari
rakyat. Karena rakyat bukanlah pihak yang ingin ikut berkompetisi, maka rakyat
lebih mudah melihat siapa sebenarnya yang mereka nilai mampu menjadi tempat
tepat aspirasi mereka. Sedangkan para politisi yang akan berkompetisi,
cenderung tampil bagai hendak perang. Mengasah pedang, mencari kelemahan lawan,
kalau bisa lawan dibunuh sebelum ke medan laga. Sikap ingin saling menjatuhkan
lebih sering ditunjukkan, dibanding konsep pemikiran untuk membangun bangsa.
Mereka sering lupa bahwa kalaupun mereka sudah duduk dilembaga negara apapun,
membangun Indonesia tidak akan bisa mereka lakukan sendiri. Mereka akan menjadi boneka lucu, bila berkeyakinan
bahwa pikirannya sendirilah yang terbenar dan paling tepat untuk digunakan
sebagai kebijakan pembangunan. Padahal didalam kehidupanpun, manusia disebutkan
sebagai mahluk sosial. Mahluk yang tidak terbiasa hidup sendiri tanpa sesama,
mahluk yang perlu berinteraksi.
Semangat berkompetisi yang
berlebihan dan menyimpang menjadi ajang bermusuhan, sangatlah melemahkan tali
persaudaraan bangsa, bahkan bisa menghancurkannya.
Hari-hari ini dengan perasaan prihatin,
kita sering melihat hal itu. Semakin mendekati hari pelaksanaan pesta demokrasi
2014, semakin sering kita saksikan para politisi bertindak atas kebenarannya
sendiri. Mereka tampak lebih cinta kepada dirinya sendiri. Mereka seperti tidak
peduli apakah karena polah nya, Indonesia sebenarnya sedang mereka sakiti. Caci
maki, saling mencela yang dipertunjukan para politisi seperti ini, tidak jarang
menimbulkan instabilitas diberbagai bidang, seperti kerukunan sosial, gejolak
ekonomi dan pasti memanasnya suhu politik. Rakyat yang hanya ingin hidup layak
dan damai dinegaranya sendiri Indonesia, tragisnya harus ikut merasakan
kesulitannya. Bila kondisi ini terus berlangsung apalagi memburuk, dan karena
dunia saat ini seolah tak lagi berbatas, maka negara lain akan melihat dan
menilai Indonesia sebagai negara yang bermasalah, negara yang tidak mampu mengatur
rumah sendiri. Kalau cinta Indonesia, tegakah kita mendengar dan melihat itu
semua.
Pelajaran Dari Bencana
Semua faham benar bahwa
Indonesia termasuk negara yang rawan bencana. Selain sebagai negara tropis,
Indonesia dikatakan berada di belahan Ring
Of Fire. Hujan, angin, banjir, tsunami, gempa dan meletusnya gunung berapi,
akan menjadi tantangan yang bisa terjadi kapan saja. Tidak semua negara didunia
ini berkondisi seperti Indonesia. Lalu apakah kenyataan itu kita akan jadikan
alasan untuk menyerah dan memilih pindah kenegara lain dengan dalih hak azasi.
Atau kita syukuri sebagai hadiah Tuhan agar kita selalu bekerja keras dan
beribadah. Karena kita sebagai umat beragama yakin, bahwa Tuhan tidak akan
menguji manusia dengan bentuk ujian yang tidak mampu diatasi umatnya. Semakin
bangsa ini diuji, semakin kuat pula bangsa ini mengatasi.
Saat ini kita juga sedang diuji
dengan terjadinya bencana diberbagai daerah. Meletusnya Gunung Sinabung di
Sumatera Utara yang bekepanjangan. Banjir di Jakarta, Menado dan diberbagai
daerah lainnya. Semua bencana yang terjadi hari ini sebenarnya bukanlah hal
baru bagi masyarakat Indonesia. Bencana yang terjadi hari ini semuanya pernah
dialami Indonesia. Sayangnya diluar jenis bencana yang terjadi, ada hal lain
yang juga bukan hal baru: yaitu debat kusir dan saling menyalahkan.
Disaat para pencela berkata
bahwa pemerintah tidak berbuat apa-apa, bagaimana dengan Anggota Polisi yang
setiap hari menggigil basah dijalanan dan ditempat bencana. Bagaimana ribuan
anggota TNI diperintahkan untuk turun langsung kelapangan membantu para korban.
Bagaimana semua jajaran aparat Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan
Tagana-nya kurang tidur untuk mengatur kelancaran bantuan yang terjadi didaerah
yang saling berjauhan. Bagaimana puluhan petugas Pusat
Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, PVMBG yang setiap detik menunggu dan mengawasi perilaku gunung berapi
Sinabung yang sedang meletus. Mereka bekerja karena tugas negara, sebagai
bagian dari pemerintah, mereka pengabdi masyarakat karena mereka mencintai
Indonesia. Presiden dan semua Kepala Pemerintahan Daerah yang terkena, hampir
tidak pernah berhenti saling lapor untuk mengantisipasi kendala yang bisa
terjadi disetiap.
Bencana ini sekarang sudah
terjadi. Hal utama yang harus dilakukan adalah mengurangi meluasnya dampak
bencana dan menyelamatkan sebanyak mungkin masyarakat yang menjadi korban.
Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dan mawas diri, apakah ada faktor
kelalaian manusia yang membuat bencana itu terjadi. Bahkan bukan tidak mungkin
juga karena kesalahan kebijakan pemerintah disemua tingkatan.
Alangkah mudaratnya, disaat
terjadi bencana yang sedang menyakiti Indonesia dan masyarakatnya, ada pihak
yang menggunakan derita itu untuk saling mencaci maki, salah menyalahkan,
seolah dirinyalah pihak yang paling mengerti dan benar. Saya sering mengatakan, sikap yang
tepat dalam menghadapi bencana adalah, turun langsung membantu. Kalau tidak,
kirim saja bantuan. Kalau masih tidak bisa, doakan para korban saja. Kalau
semua itu tidak bisa dilakukan, maka diamlah dirumah, jangan ikut bicara
apalagi mencela kesana kemari.
Bencana alam juga mudah berubah
sewaktu-waktu. Oleh karenanya menyiapkan bantuan bukanlah hal yang mudah dan
melakukannyapun tidak bisa business as
usual, biasa-biasa saja. Hanya orang terlatih seperti Polisi, TNI, PMI atau
anggota pecinta alam yang biasa memutuskan tindakan dengan cepat. Hampir pasti
kekurang sempurnaan akan terjadi disana-sini, karena memang hidup tidak ada
kesempurnaan. Namun usaha perbaikan haruslah terus dilakukan dengan kerja
keras.
Apa yang terjadi hari ini bukan
tidak mungkin akan terjadi kembali diwaktu yang akan datang. Semua mengerti
bahwa tidak mudah menanggulanginya. Semua tahu bahwa kedatangan bencana bisa kapan
saja. Semua faham harus banyak dilakukan oleh manusia untuk mengurangi
meluasnya bencana.
Namun memanfaatkan bencana untuk
kampanye palsu, lahan ungkapkan kebencian dan hal lain yang sungguh tak
bermanfaat bagi jalan keluar, adalah sebuah perbuatan picik. Perbuatan yang
menyakitkan Indonesia yang sedang berduka. Mungkin memang banyak kebijakan
Pemerintah yang harus disempurnakan, namun janganlah lunturkan cinta kita
kepada Indonesia. Pemerintah bisa berganti, Pemimpin terus berganti, Bencanapun
bisa datang silih berganti, namun jangan pernah berhenti Mencintai Indonesia
Dengan Hati.