Jumat, 22 November 2013

ADA SADAP SEHARUSNYA TAMBAH KUAT





Catatan, 22 Nopember 2013



Seminggu ini pemberitaan diramaikan oleh terbongkarnya informasi kasus penyadapan yang dilakukan lembaga pemerintah Australia terhadap pembicaraan telepon Presiden dan beberapa pejabat tinggi Republik Indonesia. Informasi itu terkuak setelah beredarnya laporan Edward Snowden, warga negara Amerika, mantan pegawai CIA dan kontraktor NSA, yang saat ini menjadi buronan pemerintahnya sendiri. Laporan penyadapan oleh Australia menyebar setelah dimuat beritanya oleh koran Australia Sidney Morning Herald. Sudah barang tentu pemerintah, khususnya Presiden SBY sangat keberatan apabila hal itu benar terjadi. Oleh karenanya pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden SBY secara resmi minta penjelasan sebagai klarifikasi dari Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Tentu klarifikasi tersebut dimaksud untuk memperjelas apakah benar pemerintah Australia melakukannya. Apabila benar, pemerintah Indonesia ingin mendapat penjelasan dan akhirnya diharapkan Australia bertanggungjawab. Banyak pihak mengharapkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott agar bersedia meminta maaf untuk tidak melakukan lagi, seperti yang dilakukan Presiden Amerika Barack Obama kepada Kanselir Jerman Angela Merkel. Namun sampai catatan ini ditulis, tampaknya Perdana Menteri Australia belum bersedia meminta maaf, dengan hanya sekedar mengatakan penyesalannya.

Bocornya laporan penyadapan ini sebenarnya sudah agak lama terungkap, semenjak Edward Snowden melarikan diri dari negaranya, Amerika. Awalnya isu penyadapan ini yang disebarkan adalah apa yang dilakukan oleh lembaga intelejen Amerika terhadap beberapa negara lain. Snowden kemudian menjadi sosok yang dibenci lembaga intelejen dan pemerintah Amerika, namun disaat yang bersamaan menjadi pahlawan bagi kelompok masyarakat Amerika yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap privasi individu. Menteri luar negeri Amerika John Kerry bahkan mengakui, dengan mengatakan bahwa lembaga intelejen Amerika terkadang berbuat terlalu jauh.
Berkaitan apa yang dilakukan lembaga intelejen Australia dengan penyadapan ini ternyata juga mendapat reaksi keras dari pemerintah China, karena beberapa pejabatnya juga disadap. Melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, pemerintah China juga mendesak agar pemerintah Australia segera menyampaikan klarifikasi. Bahkan dari dalam negeri Australia sendiri, Perdana Menteri Tony Abbott juga mendapat tekanan untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Seperti Bob Carr, mantan Menteri Luar Negeri Australia, yang mengumpamakan bahwa lembaran diplomatik terakhir antara Australia dan Indonesia berkaitan dengan penyadapan ini sebagai “catastrophic”. Carr selanjutnya mendesak Perdana Menteri Tony Abbott untuk segera meminta maaf kepada pemerintah Indonesia.
Terbongkarnya kasus ini tentu sangat memicu kemarahan, bukan saja Presiden dan pemerintah, namun seluruh bangsa Indonesia. Pelecehan ini tidak boleh seolah dinilai hanya menimpa Presiden, Ibu Negara dan beberapa pejabat pemerintah, namun ini telah melecehkan kedaulatan negara. Saya sepenuhnya sependapat, dan memberikan apresiasi tinggi terhadap sikap Presiden dan pemerintah yang mengambil langkah tegas menghentikan beberapa kerjasama dengan pemerintah Australia yang telah terjalin selama ini. Langkah penghentian kerjasama yang langsung direalisasikan oleh TNI dan Kementerian Luar Negeri tentu menjadi simbol keseriusan sikap pemerintah dan bangsa Indonesia atas perlakuan pemerintah Australia tersebut. Simbol ini sudah sepantasnya diikuti oleh seluruh pejabat pemerintahan di Indonesia. Hal yang mungkin sedikit sulit untuk diikuti segera oleh para pengusaha swasta Indonesia yang memiliki hubungan dengan pengusaha swasta Australia. Suatu hal yang bisa dimaklumi.
Harus Memperkuat Persatuan Nasional
Lalu bagaimana sebaiknya masyarakat bangsa ini bersikap terhadap kejadian seperti penyadapan terhadap pejabat negara Indonesia oleh pihak Australia ini? Hal ini perlu diketahui, karena sangat mungkin pelecehan kedaulatan seperti ini terjadi kembali dikemudian hari, dengan kasus yang berbeda dan oleh negara yang berbeda pula.
Tentang hal itu, dibawah ini saya coba mengutip beberapa penggal kalimat yang tertulis didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945.                                                                                                  “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,  serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Menilik isi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, termuat jelas bahwa Pemerintah Negara Indonesia selain mencerdaskan kehidupan bangsa, namun juga ikut melaksanakan ketertiban dunia dengan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kata ikut menjaga ketertiban dunia berdasar kemerdekaan dan perdamaian abadi saja, maka penyadapan yang dilakukan Australia jelas merupakan bentuk pelecehan terhadap dasar bernegara Indonesia. Namun disisi yang lain, ada pula tercantum kata mencerdaskan bangsa. Oleh karenanya menghadapi kasus ini sepantasnya kita harus cerdas dalam menyikapinya.
Berusaha membangun hubungan baik dengan semua negara didunia adalah realisasi dari jiwa negara kita yang berniat ikut menciptakan perdamaian dunia yang abadi. Oleh karenanya sikap politik luar negeri Indonesia seperti yang diucapkan Presiden SBY : Million Friends and Zero Enemies, adalah terjemahan tepat dari jiwa Pembukaan UUD 1945 tersebut. Namun juga harus difahami bahwa kehidupan politik dalam negeri ataupun hubungan antar negara didunia selalu penuh dengan dinamika. Ketika terjadi krisis hubungan antar negara, masing-masing pihak pasti berusaha menomor satukan kepentingan dalam negerinya sendiri. Disinilah sering terjadi gesekan antara negara-negara didunia. Untuk itu pemerintah Indonesia harus selalu terus meningkatkan berbagai kerjasama secara tertulis dalam bentuk kesepahaman dengan berbagai negara dan dalam berbagai bidang. Isi kesepahaman itupun harus terus disempurnakan secara lebih rinci. Tentu semua itu sebagai payung apabila dinamika politik yang mungkin bisa meretakkan hubungan antara negara tersebut terjadi.
Disaat dinamika hubungan antar negara didunia tersebut berlangsung, kemudian kedaulatan bangsa dan negara Indonesia terusik, maka tidak ada pilihan sikap lain kecuali mempertahankan kepentingan nasional. Sikap ini harus menjadi kesepakatan sikap seluruh bangsa Indonesia tidak terkecuali. Sikap mempertahankan kepentingan dan kedaulatan ini tidak boleh tercemari oleh sikap yang mengutamakan kepentingan sempit pribadi, kelompok ataupun Partai Politik yang ada didalam negeri. Sungguh miris melihat disaat terjadi pelecehan yang dilakukan oleh negara lain terhadap kedaulatan dan kehormatan nasional Indonesia, malah diwarnai oleh saling caci antara komponen dalam negeri sendiri. Saling mengungkapkan kebenarannya sendiri, sehingga tidak sadar bahwa negara pembuat masalah justru mentertawai. Tidak pantas pula musim Pemilu, gelanggang persaingan antar politisi ini menjadi dasar saling menyalahkan dalam menyikapi intervensi negara kanguru. Disinilah rakyat bisa menilai kecerdasan berpikir dan jiwa nasionalisme sebenarnya dari berbagai komponen masyarakat yang bersikap.
Sesuai makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi jiwa bangsa Indonesia, maka kita harus terus berusaha menjaga hubungan baik dengan setiap negara didunia. Namun usaha tersebut tentu tidak boleh mengesampingkan semangat harga mati untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara. Oleh karenanya kata-kata Bung Karno Proklamator bangsa ini menjadi sangat berarti: “Saya memilih kata persatuan daripada kesatuan”. Karena hanya dengan persatuan itulah bangsa Indonesia mampu menjaga kedaulatannya. Hanya dengan persatuan itulah bangsa Indonesia mampu berdiri tegak menjaga kehormatannya. Hanya dengan persatuan itulah bangsa Indonesia mampu menjaga kelestarian kemerdekaannya. Namun hanya dengan satu kata singkat, Indonesia akan gagal menjaga itu semua, yaitu perpecahan. Benih itu hari ini ada, dan apabila dibiarkan akan tumbuh semakin subur. Arogansi, saling memperjuangkan kebenaran sendiri, mengutamakan kepentingan pribadi apalagi kepentingan politiknya sendiri, adalah pupuk terbaik bagi semakin suburnya benih perpecahan bangsa ini. Alangkah konyolnya bangsa ini, kasus penistaan kedaulatan oleh negara lain yang seharusnya semakin mempersatukan, justru dijadikan ajang perpecahan oleh komponen dalam negeri sendiri. Melalui catatan ini saya hanya ingin ikut menyegarkan ingatan, bahwa persoalan kita hari ini adalah dengan kanguru bukan dengan garuda yang selalu tersemat didada. 

Salam
Nopember'2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar