Catatan, 22 Nopember 2012
Kereta api Bima dari setasiun Jakarta Gambir berangkat tepat waktu kearah Surabaya Gubeng. Gerbong yang saya tumpangi tampak rapih bersih dengan kursi yang nyaman berbalut kain biru berlambang panah. Dengan harga ticket yang lebih mahal dari harga pesawat terbang maskapai penerbangan tertentu, saya menilai angkutan kereta api sekualitas Bima ini wajar dan perlu dipertahankan bahkan kalau bisa dikembangkan.
Kereta api Bima dari setasiun Jakarta Gambir berangkat tepat waktu kearah Surabaya Gubeng. Gerbong yang saya tumpangi tampak rapih bersih dengan kursi yang nyaman berbalut kain biru berlambang panah. Dengan harga ticket yang lebih mahal dari harga pesawat terbang maskapai penerbangan tertentu, saya menilai angkutan kereta api sekualitas Bima ini wajar dan perlu dipertahankan bahkan kalau bisa dikembangkan.
Wanita muda disebelah saya menjadi kawan ngobrol selama
perjalanan. Dengan tas ransel kecil dan laptop yang hampir tidak pernah
dimatikan selama perjalanan, wanita muda itu bercerita banyak tentang
kegiatannya. Kesalahan terbesar saya adalah tak menanyakan namanya. Oleh
karenanya kita sebut saja namanya Mawar. Dengan membaca tulisan ini semoga
Mawar bisa menghubungi saya, dan menjelaskan namanya yang benar. Mawar mengaku
bekerja disebuah lembaga pemerintah di Jakarta. Saya ditugaskan mengikuti
seminar dan latihan disebuah hotel di Jogyakarta, katanya. Seminar dan latihan
itu diceritakan Mawar akan berisi sosialisasi pedoman cara penyusunan perubahan
anggaran. Ketika saya tanya, siapa saja pesertanya? Mawar menjawab sekitar 30
orang dari tiga bagian dikantornya di Jakarta, yang lain tidak dia ketahui.
Mengapa tidak di Jakarta saja, tanya saya. Sambil tertawa, Mawar mengatakan
sekaligus untuk refreshing, dan biasanya memang diadakan diakhir tahun. Kenapa
Mawar sendiri dalam kereta ini, tanya saya lagi, sambil mencari topik
pembicaraan. Kata Mawar, teman-temannya banyak yang naik pesawat nanti hari
minggu, karena seminarnya masih empat hari lagi. Memang perjalanan kereta api
itu dihari libur bersama nasional kemarin.
Saya termenung mendengar cerita dik
Mawar ini. Kantornya di Jakarta. Pesertanya teman-teman kantornya di Jakarta.
Tapi seminarnya di Jogyakarta. Saya jadi bertanya, apa ruang pertemuan diseluruh
Jakarta untuk sekitar 50 orang sudah habis disewa orang lain? Apa kantor dimana
Mawar bekerja tidak punya ruangan yang bisa menampung? Jangan-jangan ini cerita
klasik, untuk menghabiskan anggaran diakhir tahun? Semoga tidak begitu adanya.
Akhirnya saya ingin melupakan cerita Mawar tadi. Karena pasti tidak bisa saya pahami,
karena saya memang tidak pernah jadi pejabat yang memegang anggaran. Saat
berhenti disetasiun Jogya, ternyata saya sedang tertidur. Karena saat berhenti
kemudian di setasiun Solo Balapan, Mawar sudah sirna dari pandangan saya.
Dengan
naik kereta api Bima, saya bisa turun dikota Madiun, hal mana tidak bisa
terjadi bila naik pesawat terbang. Oleh karenanya saya maklum kalau harga ticketnya lebih mahal dibanding pesawat terbang ke Surabaya. Jarum jam di-handphone masih menunjuk jam 2.45 pagi. Kereta sudah berhenti disetasiun Madiun, lebih cepat sekitar 15 menit
dari rencana. Salut bagi PT.KAI. Kereta api menurut saya adalah angkutan umum
terbaik yang harus dikembangkan khususnya dipulau Jawa ini. Bahkan sangat tepat
bila digunakan untuk angkutan antar kabupaten, kota dengan jarak pendek, atau
bahkan angkutan didalam kota besar. Memuat banyak penumpang, dan tidak
memerlukan pembebasan tanah yang terlalu luas untuk membangunnya. Contoh
kongkrit adalah kereta api dari Solo ke Jogya dan sebaliknya, yang hanya
berjarak sekitar 60 km.
Penyerapan Anggaran Belum Tentu
Prestasi Kinerja
Dengan
berkendara mobil, saya beristirahat disebuah losmen dikota Ponorogo, sekitar 25
km dari setasiun Madiun. Losmen kecil langganan saya yang nyaman, dikelola oleh
seorang ibu pensiunan pegawai negeri. Alhamdulillah, kamar-kamar kami selalu
ada saja isinya, apalagi kalau liburan seperti ini, ucap ibu pengelola tadi
sambil menyapu ruang tengah losmen. Cuti bersama secara nasional ternyata
mendatangkan berkah tamu dan berbagai kegiatan ekonomi lain didaerah seperti
Ponorogo dan sekitarnya.
Kepergian saya ke Madiun adalah dalam rangka memenuhi
undangan sahabat-sahabat saya para petani dimana selama hampir lebih dari tujuh
tahun terakhir ini, saya ikut menjadi pembinanya. Selain itu saya juga diajak
berbincang dengan tokoh-tokoh masyarakat, dan para ulama disekitar desa Mlilir
Madiun. Saya berniat tulus untuk ikut membina mereka semampu saya, kerena
keyakinan bahwa apabila kegiatan bertani mereka benar dan berjalan baik, maka
negara ini tidak akan pernah kekurangan pangan, khususnya beras. Keyakinan saya
itu berdasarkan fakta bahwa lahan pertanian seperti padi, mayoritas dimiliki
oleh para petani itu sendiri. Apakah prosesnya dilakukan sendiri oleh pemilik
lahan, ataupun dilakukan oleh penggarap. Tanah itu mayoritas bukan milik
pemerintah. Jadi bila pemerintah ingin mencapai swasembada beras misalnya,
pemerintah cukup memberikan bantuan dan penyuluhan yang baik dan benar kepada
para petani. Terus terang saya pribadi melihat sebenarnya masih banyak yang
bisa dilakukan untuk membantu para petani. Mereka rata-rata masih melakukan
kegiatannya dengan cara tradisional yang turun temurun. Ketergantungan terhadap
benih dari pemerintah, ternyata tidak sepenuhnya karena mereka tidak mampu.
Namun perlu pula dukungan kepada para petani untuk mengembangkan varietas
sesuai karakteristik lahan mereka sendiri.
Daman, nama seorang sarjana
pertanian lulusan universitas Brawijaya, yang sehari-hari bertani sendiri
dilahannya yang tidak terlalu luas, membuktikan bahwa para petani mampu
melakukan inovasi untuk meningkatkan produksi. Namun keluhannya sering terlontar
karena berbagai bantuan pemerintah, seolah terpaksa diterimanya, namun tidak
bisa mereka gunakan karena kualitas yang tidak baik. Seperti benih padi, pupuk padat
dan pupuk cair. Belum lagi rata-rata petani hanya terlibat diproses produksinya
saja, atau biasanya disebut kegiatan on
farm. Mereka jarang terlibat dikegiatan paska panen atau of farm, seperti penjualan hasil dan
sebagainya. Mereka berkeringat menanam, namun tidak bisa berbuat banyak
terhadap harga jual hasil panenannya. Namun diluar itu semua, saya harus
mengangkat topi dan merasa bangga atas apa yang para petani didaerah itu
lakukan. Mereka guyub atau kompak.
Saling memperhatikan satu dengan yang lain.
Ketika saya bantu mereka untuk
membangun sebuah jembatanpun, saya minta dinamakan Jembatan Guyub. Agar
jembatan itu tetap dirawat secara gotong royong, sehingga bermanfaat bagi
semua. Saat panen, beberapa anggota kelompok petani itu ada yang langsung
membeli mobil, walau sebenarnya sudah punya satu pick up. Saya sampaikan agar
tidak melakukan hal itu, selain tidak terlalu penting, juga negara ini sudah
terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk subsidi bahan bakar. Merekapun memahami
dan langsung menjual mobilnya kembali, seperti yang dilakukan mbah Kaji Mahfud,
petani senior yang bijak itu. Petani sebenarnya berpikiran sederhana. Mereka
bersedia melakukan hal baru bila memang membantu mereka. Mereka berpikiran
sederhana, bukan orang bodoh. Oleh karenanya jangan ada yang memanfaatkan
kesederhanaan berpikir para petani, untuk kepentingan usaha para pengusaha yang
hanya mencari segepok uang keuntungan. Jangan pula kesederhanaan berpikir
petani digunakan untuk lahan penyelewengan uang negara.
Mereka mengeluh,
menerima bantuan subsidi namun sebenarnya mereka tidak perlukan. Ketika akan
mereka kembalikan, dijawab tidak bisa karena ini bagian dari penyerapan
anggaran yang tidak bisa dikembalikan. Padahal petani takut dikatakan ikut
kongkalikong nyolong uang rakyat. Sudah saatnya para elit apalagi pengambil
keputusan kebijakan bagi petani berubah cara berpikir, dari sekedar
menghabiskan anggaran, menjadi bagaimana mencapai tujuan setinggi mungkin.
Cerita Mawar dikereta Bima, cerita para petani di Mlilir Madiun harus menjadi
pemicu perbaikan cara berpikir. Sering dikatakan penyerapan anggaran dikaitkan
dengan tingkat kinerja. Benar, bila anggaran itu adalah anggaran proyek
pembangunan. Namun bila menghabiskan anggaran dengan mengadakan acara yang
sangat tidak penting seperti seminar, rapat-rapat, diklat dihotel mewah,
diakhir tahun, menyalurkan dana subsidi yang tidak perlu, bukanlah sebuah
kinerja yang perlu dinilai. Bahkan harus dikategorikan merugikan uang negara.
Kabar Onar Yang Menyebalkan
Pak
Harno mengajak saya melihat pertanian cabe-nya diatas bukit yang minim air,
dimana sebenarnya sejak dulu tempat itu sudah direncanakan dibangun waduk oleh
pemerintah. Saya tidak tahu, pemerintah mana yang seharusnya paling
bertanggungjawab merealisasikan program tersebut. Menurut saya seharusnya
pemerintah daerah kabupaten Madiun. Saya berjanji ikut membina, walau selama
ini pak Harno memang sudah bergabung. Walau minim air, pak Harno dan
kawan-kawan tidak pernah mengeluh meneruskan kegiatan pertaniannya. Mbah Sinun
Marwi, tokoh senior Ansor, yang
selalu ikut selama ini, tampak mewakili kata hati teman-temannya saat
mengutarakan harapan dan pertanyaan kepada saya. Pertanyaannya sederhana, “Apa
yang bisa diberikan kepada masyarakat daerah ini untuk meningkatkan
kesejahteraannya, dipenghujung pemerintahan ini?”. Sementara itu, kalau membaca
media masa dan televisi, para pejabat di Jakarta hampir setiap hari bertengkar
dan membuat kegaduhan saja, Agus Zamroni menambahkan.
Dipinggir kali dan sawah
didesa Dungus, sambil makan siang, saya berbincang dengan para petani yang juga
diikuti oleh tokoh setempat, seperti Haji Ahmad Ali, satkorcab Banser Madiun,
Drs. H.Hari Sutopo seorang dosen, dan yang lain. Sambil makan ikan kali, ditemani
sambal super pedas diwarung milik haji Syam, saya ikut merasa prihatin terhadap
ungkapan teman-teman didesa Mililir Madiun itu yang ternyata juga terganggu
dengan hiruk pikuk pemberitaan dimedia masa. Berita kongkalikong, seskab melaporkan
menteri ke KPK, dan berita-berita onar yang lain dari Jakarta, ternyata
melahirkan tanda tanya bagi mereka. Apa pemerintah bisa melakukan tugasnya
dengan baik dan bermanfaat buat kita disini, kalau ribut terus? tanya mereka. Saya
faham. Saya bisa mengerti perasaan mereka. Dan saya berpendapat sama dengan
mereka. Berita-berita onar seperti hari-hari ini sebaiknya segera dihentikan.
Kalau ada penyelewengan hukum , langsung saja dilakukan proses hukum oleh
penegak hukum. Amanah menegakkan hukum sudah kita berikan kepada para penegak
hukum. Selain penegak hukum harus faham dan benar-benar bekerja dengan jujur
dalam memegang amanah ini, juga pihak lain siapapun mereka, jangan ikut campur
alias melakukan intervensi. Apabila DPR berteriak jangan pemerintah melakukan
intervensi terhadap berbagai kasus hukum, jangan pula DPR melakukan hal yang sama.
Kalau judul berita utama koran Rakyat Merdeka “Nasib Budiono, Dilepas KPK, Dibidik DPR”, itu benar, lalu
siapa penegak hukum yang sebenarnya? Jangan sampai menjadi bentuk intervensi
hukum dengan gaya politik. Saya menyampaikan kepada teman-teman didaerah Madiun
itu, bahwa keonaran-keonaran ini bisa saja memicu panasnya politik. Panasnya
politik pasti akan mengganggu kerja pemerintah termasuk Presiden. Karena
Presiden sudah menyatakan akan bekerja sangat keras untuk mencapai kinerja
setinggi mungkin, apapun yang bisa dicapai dipenghujung kepemimpinannya di
pemerintahan ini. Saya katakan kepada mereka, jangan ragukan niat Presiden itu.
Saya juga harapkan apabila berita-berita itu tidak berkaitan langsung dengan
kegiatan teman-teman petani, tidak perlu ikut berpikir ruwetnya, namun bekerja
saja dengan tekun dan bersatu dengan yang lain.
Besoknya saya pamit, berkendara
mobil, lewat Pondok Gontor, Trenggalek dan mampir di warung makanan khas
Tulungagung, ayam Lodho ibu H.Mamik. Warung binaan pemerintah daerah
Tulungagung yang diminta hanya menjual makanan khas tersebut. Mbak Lilik
putrinya yang cantik mengatakan bahwa pak SBY pernah makan masakannya. Salamnya
sudah saya sampaikan ke Ibu Ani. Tulungagung kota yang sangat bersih, semoga
sebersih pikiran dan sikap warganya, agar bisa jadi contoh bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Akhirnya setelah melalui kota Malang dan Surabaya, saya kembali
bergelimang kabar onar dan kemacetan yang menyebalkan karena banjir, ketidak
tertiban dan demo di Jakarta.
Salam
Nopember'2012
Nopember'2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar