Rabu, 26 April 2017

BASUKI JADI PELAJARAN DINI


Singkat kata pertama, setelah janji pak Jokowi untuk jadi Gubernur DKI selama 5 tahun tidak jadi tertepati, maka sesuai konstitusi, naiklah pak Basuki sebagai Gubernur DKI pengganti (antar waktu). 
Nama lengkap beliau adalah Basuki Tjahaya Purnama (mohon maaf kalau saya salah tulis nama dengan benar), yang kemudian lebih tenar dipanggil BTP. Selanjutnya untuk memudahkan dalam membuat catatan, saya juga akan sebut nama beliau dengan BTP.

Awalnya tidak ada yang terlalu istimewa dari sosok BTP, selain beberapa kali berganti baju seragam Parpol, kalau tidak salah saya mencatat BTP pernah menjadi anggota Partai Indonesia Baru, lalu loncat ke Partai Golkar, lalu saya tidak tahu pasti apakah pernah jadi anggota Partai Gerindra. Lalu kalau tidak keliru, dimasa lalu beliau juga pernah jadi Bupati diBabel.
Saat itu ketenarannya memang tidak terlalu 'meroket', mungkin agak tertutup asap  'meroketnya' pak Jokowi yang terkesan sebagai sosok sederhana, santun, halus, jujur dan tidak brangasan.
Setelah pak Jokowi Gubernur dengan penampilan sederhana, merakyat dan halus tersebut terpilih menjadi Presiden RI, maka DKI memiliki Gubernur pengganti, bernama BTP.

Tidak perlu lama setelah BTP menjadi Gubernur DKI, cerita, berita yang seram-seram mendadak sering menguak. Cerita dan berita itu meletus, bagai penutup botol Champagne/sampanye yang terlontar setelah botolnya dikocok.
Diluar Jakarta, saya berpikir BTP ini selalu jadi berita, mungkin karena pemimpin DKI sebelumnya sederhana, halus; lalu mendadak dipimpin sosok yang ingin tegas namun dengan membentak dan memaki.
Saya yakin staf kantor gubernur atau siapa saja yang dimaki, pasti sakit hati, dan yang diam karena takut dipecat. Kalau dipecat, keluarganya makan apa, dan harus bagaimana lagi.
Kritik atas kekasaran yang ditunjukkan BTP datang dari berbagai pihak, namun nampaknya BTP seakan tidak peduli. Apalagi dibelakang sana, banyak yang nampak mendukung, dengan berbagai alasan, dan hanya mereka sendiri yang mengetahui.

Sebagai orang Jawa (tanpa bermaksud SARA, sekedar fakta bahwa saya bukan orang Sunda tapi Indonesia), saya sempat berucap ke istri, "BTP ini tinggal tunggu kena batunya".
Lha kok ternyata batu yang membuat BTP mulai tertatih adalah nafsu, emosi, arogansi dan mulutnya sendiri. Merasa mendapat dukungan kuat, bahkan banyak yang menilai konon dukungan itu juga datang dari pemerintah dan aparatnya sendiri, BTP mulai kehilangan kesadaran didalam mengelola ucapan dan tindakannya.
Hal itu dipuncakinya dengan menyinggung ayat Al'Quran, buku tuntunan umat Islam sedunia. Sebuah hal yang sebenarnya tidak perlu dilakukan dan terjadi. 
Sebagai pemimpin, apalagi beliau bukan beragama Islam, rasanya banyak topik lain yang bisa digunakan sebagai pemanis bicara.
Akibatnya? Meledaklah kecaman dari berbagai pihak, tidak hanya dari umat Islam.

Singkat kata kedua, aparat hukum menetapkan BTP sebagai terdakwa penistaan Agama setelah penyidik melakukan penyidikan serta meminta banyak masukan termasuk fatwa dari Majelis Ulama Indonesia.

Bagaimana lalu dinamika peradilannya?, semoga sempat saya catat di lain judul segera.

Catatan saya kali ini hanya ingin membagi rasa, bahwa sebagai negara timur yang bermartabat, nampaknya yang diperlukan Indonesia adalah pemimpin yang beriman, bersih, jujur, adil dan memiliki kesantunan. 
Saya benci mendengar orang berkata "Pemimpin itu orangnya kasar, brangasan tidak apa-apa, asal bersih, daripada santun tapi korupsi". Kata-kata itu seolah menghina Tuhan. Apakah Tuhan hanya menciptakan dua jenis manusia seperti itu? Pasti ada kok, yang santun dan bersih, jujur, walau kurang disukai pencari rejeki haram.

Awalnya saya ikut senang, bahkan mungkin bangga, ada saudara sewarga negara Indonesia dari keturunan Tionghoa yang mampu menjadi pemimpin dinegeri ini. Tapi karakter dan output pribadi yang ditunjukkan BTP menjadi bumerang bagi yang lain.

Saya berharap huruhara sosial akibat BTP ini bukan mengendorkan semangat saudaraku keturunan Tionghoa untuk memberikan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia.

Jangan gundah menjadi warga negara Indonesia keturunan manapun, jangan ragu memeluk agama apapun, Indonesia aman terjaga didalam dekapan burung Garuda Pancasila.
Tetaplah saling bersaudara, tetaplah bangga menjadi Warga Negara Indonesia !

Jangan akibat perilaku seorang BTP (semoga beliau menyadari dan sudi memperbaiki diri), bangsa yang bermartabat dan terkenal damai ini terpecah olehnya. 

Desa Batuan, Rabu petang 26 April 2017  

   
  

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar